Peningkatan Kapasitas SDM dan Evaluasi Program

Kusta adalah penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium leprae. Menyerang kulit, saraf tepi dan organ tubuh lain.Mengakibatkan cacat penampilan dan fisik, gangguan sosialisasi, diskriminasi.Penularan dari penderita kusta yang belum pernah berobat. Penularan melalui pernafasan/kontak erat dan lama (2-5 tahun).Penyakit kusta masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia khususnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Peningkatan Kapasitas merupakan suatu proses untuk melakukan sesuatu, atau serangkaian gerakan. Kapasitas Sumber Daya Manusia adalah kemampuan seseorang atau individu, suatu organisasi, atau suatu sistem untuk melaksanakan fungsi-fungsi atau kewenangannya untuk mencapai tujuannya secara efektif dan efesien.

Peningkatan kapasitas yang dimaksud disini adalah para Dokter Praktek Mandiri (DPM) di Kota Kupang untuk meningkatkan kemampuan, ketrampilan, dan attitude sehingga lebih efektif dan efisien dalam rangka mencapai sasaran/target pelayanan kepada Orang Yang Pernah Mengalai Kusta (OYPMK)

Tujuan Peningkatan Kapasitas adalah peningkatan kemampuan, ketrampilan, dan attitude sehingga lebih efektif dan efisien dalam rangka mencapai sasaran/target kinerja organisasi.

Metode Peningkatan Kapasitas adalah pemaparan materi, diskusi, tanyajawab untuk  meningkatkan kemampuan seseorang atau individu, suatu organisasi, atau suatu system untuk melaksanakan fungsi-fungsi atau kewenangannya untuk mencapai tujuannya pelayanan kepada OYPMK secara efektif dan efesien. Evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan berkenaan dengan proses untuk menentukan nilai dari suatu hal. Tujuan Evaluasi adalah untuk mengumpulkan data dan membandingkannya dengan standar tujuan yang ingin dicapai, sehingga bisa dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan. Manfaat Evaluasi adalah memperoleh pemahaman pelaksanaan dan hasil pelaksanaan kegiatan yang telah berlangsung, Membuat keputusan berkenaan dengan pelaksanaan hasil kegiatan dan meningkatankan kualitas proses dan hasil dalam rangka meningkatkan kualitas keluaran

Waktu dan Tempat  pelaksanaan kegiatan Peningkatan Kapasitas (DPM) dan Evaluasi kusta perkotaan di New Hotel Kupang pada tanggal 4 Oktober 2022, dan kegiatan Evaluasi Daerah terpencil/Remute Area bagi tenaga kesehatan yang bertugas di daerah terpencil dilaksanakan di Aula kantor Dinkes Kabupaten TTU   pada tanggal 5 Oktober 2022 dengan peserta kegiatan adalah Dinkes Kabupaten TTU (Wasor Kusta Kabupaten), Pengelola Program Kusta Puskesmas dan Tenaga Kesehatan lainnya (Bidan Desa, Petugas Pustu,Polindes)

Hasil Evaluasi Kegiatan:

  1. Kota Kupang
  2. Jumlah Kasus baru (Januari-Juni 2022) Triwulan I : 10 kasus, Triwulan II : 13 kasus, Triwulan III : 23 kasus
  3. Jumlah Kasus Anak (Tahun 2019 – 2021) Tahun 2019 : 4 orang, Tahun 2020 : 4 orang dan Tahun 2021 : 3 orang
  4. Kabupaten TTU
  5. Dusun Oelmuke jumlah sasaran : 327 orang, yang minum obat pencegahan : 305 orang, Capaian :93,27 %
  6. Dusun Kiuapa jumlah sasaran : 331 orang, yang minum obat pencegahan : 325 orang, Capaian :98,19 %
  7. Dusun Lasena jumlah sasaran : 157 orang, yang minum obat pencegahan :148 orang, Capaian :94,27 %

Permasalahan

  1. Stigma kusta di masyarakat masih tinggi
  2. OYPMK masih melakukan pemeriksaan dan konsultasi di tempat (DPM)
  3. Tidak tersedia logistik Rifampicin yang cukup untuk melakukan kegiatan kemoprofilasis kusta di desa Maubesi pada bulan Oktober 2022
  4. Masih ditemukan pasien kusta yang mengalami reaksi kusta berulang
  5. Masih ditemukan pasien kusta baru dengan klasifikasi (MB=Multi Basiler)

Rekomendasi/RTL

  1. Melakukan kegiatan sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat terkait penyakit kusta
  2. Beri edukasi kepada OYPMK untuk memeriksakan diri ke puskesmas
  3. DPM menghubungi pengelola program kusta puskesmas dialamat diwilayah kerja puskesmas OYPMK untuk mendapatkan obat kusta
  4. Mencari faktor penyebab reaksi dan memberi konseling kepada pasien

Meningkatkan kegiatan pelacakan, penemuan dan pengobatan kasus kusta secara dini untuk mencegah terjadinya kecacatan akibat penyakit kusta.

Perang dengan malaria di jalur Selatan Kabupaten Malaka dan TTS

Agenda eliminasi malaria NTT tahun 2025 adalah keniscayaan, namun harus nyatakan perang “juga” dengan malaria di jalur selatan kabupaten Malaka dan TTS, selain daratan Sumba.

Timeline eliminasi malaria sebagaimana dicanangkan : Indonesia di tahun  2030, Nusa Tenggara Timur di tahun 2024 sesuai Peraturan Gubernur NTT No. 11 Tahun 2017 yang mana sesuai fakta lapangan telah di undur ke tahun 2025 (PerGub No. 11 tahun 2017 belum direvisi) semakin dekat, oleh karenanya berbagai upaya baik mitigasi maupun penanggulangan malaria perlu terus digalakkan dengan pelibatkan multi sektor.

Adapun capaian eliminasi malaria di Provinsi Nusa Tenggara Timur sampai tahun 2021 sebanyak 5 kabupaten (Manggarai, Kota Kupang, Manggarai Timur, Ngada, Ende ) dari  12 kabupaten yang di targetkan.

Sesuai dengan keputusan Direktur Jendral P2P Kementerian Kesehatan RI Nomor: HK.02.0/IV/1813/2017 tanggal 17 Juli 2017, tentang syarat eliminasi adalah menitikberatkan pada dua penilaian utama eliminasi, yaitu:

  1. Syarat Pertama (Utama)
  • API (Annual Parasite Insidence) < 1 per seribu penduduk
  • SPR (Slide Positif Rate) <5%
  • Tidak terdapat kasus Indigenous Selama 3 tahun berturut-turut
  1. Syarat kedua (Komplementer)

Managemen Pengelolaan malaria tingkat kabupaten

(Dinkes Kab, Faskes Rujukan & Faskes tingkat 1)

Total nilai yang harus dicapai oleh kabupaten/kota untuk memenuhi nilai ambang eliminasi malaria mencakup dua syarat diatas adalah minimal= 70 dari total nilai 100.

Secara berjenjang eliminasi malaria adalah dimulai dari tingkat terbawah dalam konsep kewilayahan, mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan pusat (Indonesia) yang artinya mencakup seluruh wilayah NKRI tanpa kecuali, jika ada satu wilayah terkecil sekalipun (desa) tidak memenuhi syarat sebagaimana tersebut diatas maka, niatan eliminasi tidak dapat tercapai.

pengamatan otoritas kesehatan di kabupaten Malaka, kecamatan Wewiku, desa Lamea, wilayah kerja puskesmas Alkani,  tersebut bahwasannya malaria masih berpotensi dan bahkan mewabah. Khusus malaria terjadi peningkatan / penenuan kasus yang signifikan  selama periode tahun 2022: Januari-Juli terdapat 5 kasus,  Agustus terdapat 54 kasus, September terdapat 65 kasus (dominan kasus konfirmasi positif malaria di Bulan September adalah  pada 1 desa dari 4 desa  wilayah kerja puskesmas Alkani, karena adanya program Mass Blood  Survey (MBS) ) sehingga total sampai saat ini terdapat 124  kasus yang didominasi kasus indigenous (penularan lokal)

Situasi diatas tentunya menjadi ancaman bagi keberhasilan upaya eliminasi dan  target eliminasi dapat tertunda, karena 1 saja kasus malaria indigenous ditemukan maka agenda eliminasi akan tertunda untuk 3 tahun kedepan atau (3 tahun berturut-turut wilayah yang akan eliminasi harus 0 kasus malaria indigenous).

Pengamatan atas desa alkani dengan lingkungan geografis  (topografi / fisik)  dan budaya  sangatlah menantang, dimana desa alkani merupakan area yang berbatasan langsung dengan laut selatan dan muara sungai  dan terdapat  hutan adat (nona  AU )  yang masih “perawan” dan lebat akan  vegetasi flora beraneka jenis  dengan daerah aliran sungai (DAS) maupun laguna  yang merupakan habitat  bagi nyamuk anopheles dan spesies lainnya,  selain juga terdapat predator buaya sehingga area tersebut  tidak / belum  mendapat intervensi, selain itu juga terdapat penelantaran pemanfaatan atas lahan tambak garam yang tidak produktif.  Sisi budaya  ditemukan masih adanya pemahaman dan praktek  ditengah  masyarakat yang kontra produktif terhadap berbagai upaya kesehatan, dimana ada kelompok masyarakat yang masih menjalankan/ mengutamakan  praktek pengobatan tradisional dari pada praktek pengobatan modern sehingga di banyak kasus dijumpai adanya keterlambatan akses ke faskes dan mengakibatkan makin parahnya kondisi  penderita ketika di tangani pertama di fasilitas kesehatan.

Adapun rekomendasi yang disampaikan adalah beberapa kegiatan perlu terus diintensifkan dan dioptimalkan oleh seluruh jajaran pemerintahan kabupaten Malaka dan khususnya otoritas kesehatan (selaku leading sektor) di kabupaten Malaka demi menjaga wilayah dan masyarakatnya agar dapat terbebas dari belenggu malaria, oleh karenanya berbagai strategi dan metode yang telah diyakini dapat mengendalikan malaria dari hulu ke hilir  yang dapat  di jalankan adalah :

  1. Kolaborasi antar stakeholder dalam upaya pengendalian lingkungan fisik dalam kerangka pengendalian vektor melalui kemitraan dan pelibatan masyarakat  dalam pengendalian dan rekayasa lingkungan.
  2. Pemantauan dan pengendalian jentik nyamuk anopheles (surveilans vektor) secara terus menerus untuk memimimalisir faktor resiko penular malaria.
  3. Pemetaan fokus, penguatan tatalaksana malaria dan jejaringnya untuk  wilayah reseptif tinggi dan daerah vulnerable malaria.
  4. Upaya 3T (Testing, penguatan diagnostik dan penjaminan mutu laboratorium dengan gold standart testing adalah mikroskopis, Tracing minimal menjangkau 25 orang kontak erat, dan Treatment sesuai standar tatalaksana malaria yang wajib diikuti dengan pemantauan ketat kepatuhan minum obat malaria (OAM).
  5. Pemberdayaan dan pelibatan kader secara terbatas dalam upaya perluasan akses intervensi dan layanan malaria utamanya dalam konteks pengawasan minum obat malaria (OAM).
  6. Promosi kesehatan dalam kerangka pemberdayaan dan penggerakan masyarakat agar dapat menerapkan praktek praktek positif dan mendukung  dalam upaya eliminasi malaria.
  7. Upaya dan peningkatan kerja sama lintas batas dengan kabupaten maupun negara perbatasan. Dalam konteks survey migrasi dan notivikasi kasus antar kabupaten maupun negara tetangga guna respon cepat.

Konsep “perang melawan malaria”  adalah sebuah tindak nyata pergerakan yang benar benar memberantas malaria dan penyebabnya (vektor) bagi pencapaian eliminasi malaria di wilayah berpotensi mengancam keberhasilan agenda eliminasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam  kurun waktu yang tertentu misalnya 1 bulan di mobilisasi  /  pengerahan sumber daya ( SDM (sebuah tim terdiri dari Tenaga kesehatan dengan kompetensi yang relevan dan didukung oleh tenaga lainnya dari lintas sektor termasuk TNIdan pelibatan masyarakat setempat), dengan  logistik dan  prasarana operasional yang memadai) dalam 1 gerakan perang / komando yang komprehensif dan total untuk 3 kegiatan utama yakni

  1. Pengendalian dan rekayasa lingkungan fisik dengan tujuan utama adalah mengendalikan vektor penyebab penyakit.
  2. Penemuan masif dan penatalaksanaan kasus malaria sesuai standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku.
  3. Edukasi dan upaya merubah “praktek salah” ditengah masyarakat yang kontra produktif dengan berbagai upaya kesehatan untuk menyehatkan masyarakat.

Sekiranya aksi nyata sebagaimana tersebut diatas dapat terlaksana dengan konsep kewilayahan mencakup jalur selatan Kabupaten Malaka  dan Timor Tengah Selatan yang merupakan zona fokus aktif malaria di Timor Barat maka agenda eliminasi malaria di NTT akan dapat di gapai.

Selamat bekerja, nyatakan perang dengan malaria di Kabupaten Malaka dan TTS adalah  sebuah ikhtiar dan tindak nyata yang bisa dilaksanakan sekiranya semua kita menjadikan issue malaria adalah issue bersama dan perlu demi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Bangsa. (Jeffrey Jap, Viana Mauleon, Yuliana Otemusu, Saskia Scarlet Frans)

Pelaksanaan vaksin PCV terkendala Maasyarakat menolak suntikan ganda

Imunisasi adalah hak dasar anak untuk sehat,  pemerintah telah meletakan dasar program yang tepat dan benar, implementasi dari kebijakan tersebut adalah merupakan tanggungjawab bersama seluruh stakeholder dan termasuk masyarakat.

Keputusan Menteri Kesehatan No. 01/07/MENKES/779/2022  mengamanatkan  bahwasannya vaksin Pneumococcus Conjugate Vaksin ( PCV) ditetapkan menjadi salah satu jenis antigen vaksin yang  di berikan kepada  seluruh anak Indonesia.  Hal ini  sejalan dengan  transformasi  layanan kesehatan primer dimana  salah satu pendekatan yàng diyakini  memiliki  nilai tambah  dan  sangat cost efektif dalam upaya pencegahan penyakit  infeksi adalah melalui program imunisasi.

Sejauh ini telah terdapat 11  jenis  antigen / vaksin yang di berikan kepada anak Indonesia yang lazim di kenal dengan istilah Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) , dan akan ditambah 3 jenis  antigen baru yakni vaksin PCV untuķ  mencegah penyakit Pneumonia pada anak balita, vaksin Rotavirus  untuk menceģah  diare pada anak  dan vaksin HPV  untuk pencegahan  kanker serviks pada  remaja). Sehingga akan menjadi 14  jenis  antigen wajib, dengan  istilah Imunisasi Rutin Lengkap (IRL) inilah salah satu upaya pemerintah Indonesia  dalam kerangka menjaga  kesehatan Bangsa, dan  dikenal dengan  penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi (PD3I).

12 September 2022 merupakan hari bersejarah  bagi  Indonesia  dimana  vaksin PCV  secara resmi di launching oleh Menteri Kesehatan  RI bapak Budi Gunadi  Sadikin, sebagai salah 1 vaķsin dasar /wajib  bagi seluruh anak Indonesia.  Setiap anak  berhak mendapat 3  dosis  vaksin PCV  sesuai usianya yakni pada saat anak usia  2 bulan,  3 bulan  dan  12 bulan.

Adapun sejarah  perjalanan  vaķsin PCV  di Indonesia  telah  dimulai sejak tahun 2017 dengan  uji coba di beberapa kabupaten  yang ķemudian di perluas,  awal mula adalah di 3 kabupaten  di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang lalu diperluas  mencakup seluruh Prov. NTB lalu  di perluas ke Provinsi Bangka Belitung, Jawa Timur  dan Jawa Barat. Kajian terhadap kehandalan (efikasi) dan juga efek samping  vaksin PCV. Selama  masa uji coba memberikan justìfikasi  bahwasannya vaksin PCV handal  dalam  memberikan perlindungan kepada  anak terhadap penyakit Pneumonia dengan efek samping (KIPI)  yang sangat minim. Oleh karenanya  telah direkomendasikan  oleh Indonesian Technical Advsory Group on Immunizàtion (ITAGI) dan di terima  oleh Kementerian Kesehatan RI  untuk dimasukan  dalam program imunisasi rutin.

Dengan bertambahnya  jenis antigen maka tentunya akan  menambah jumlah pemberian  (suntikan  maupun  teknik lainnya ) dalam konteks  pemberìan  imunisasi  kepada sasaran  dalam sekali kunjungan ke fasilitas kesehatan. Hal ini  di ķenal sebagai multiple injection (suntikan ganda).  Dimana  dalam satu waktu seorang anak boleh mendapatkan  lebih dari 1 jenis vaksin maupun  lebih dari 1 cara pemberian  vaksin.  (Misalnya pemberian  vaksìn dengan  teknik tetes maupun injeksi dalam 1 waktu.   Bahkan dapat di berikan lebih dari 1 kali injeksi   (beda vaksin ) dalam 1 kunjungan.

Terhadap pemberian vaksin  baik jenis maupun cara yang boleh lebih dari 1 (multiple injection) tentunya  juga telah melalui berbagai kajian, baik interaksi  vaksin, keamanan vaksin, efikasi vaksin  maupun  dari sisi efisiensi waktu  dan ditemukan bahwasannya tidak ditemukan hal /efek yang kontra produktif. Oleh karenanya direkomendasikan  dan telah banyak  diterapkan di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia sekalipun.

Sebagaimana  di rilis  dari  Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI  menyampaikan bahwa saat ini penyakit infeksi menjadi penyumbang kematian yang cukup besar bagi bayi dan balita di Indonesia. Penyakit infeksi yang berbahaya dapat menyebabkan kecacatan bahkan kematian seperti Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Tetanus, Hepatitis B, Pneumonia, Diare dan Kanker Leher Rahim. Sejatinya bahwa jenis penyakit tersebut diatas sesungguhnya dapat dicegah dengan imunisasi, bahkan beberapa telah berhasil di turunkan angka kasusnya dan berhasil dieradikasi di dunia melalui upaya imunisasi seperti penyakit cacar. Dengan ketentuan bahwasannya cakupan imunisasi telah mencapai target sebagaimana ditetapkan yakni tinggi dan merata  sehingga telah terbentuk kekebalan imunitas (herd immunity) terhadap penyakit tertentu.

Sehubungan dengan penyakit infeksi Pneumonia pada  balita dan anak beberapa fakta menunjukkan keseriusan ancaman pneumonia terhadap kelangsungan hidup generasi, diantaranya :

  1. Indonesia adalah 1 dari 10 negara dengan jumlah kematian balita tertinggi,  pada tahun 2015 dan 14 % kematian balita di Indonesia karena Pneumonia dan setiap jam 2 – 3 balita meninggal karena Pneumonia.
  2. Hasil Riskesdas (2018) menunjukan terjadinya  peningkatan prevalensi Pneumonia  dari 1,6 %  (2013) menjadi 2 % (2018)
  3. Rata rata ada 1,26 juta kasus pneumonia balita setiap tahun dan dirawat jalan di rumah sakit dalam kurun 6 tahun teraahir, diperlukan biaya perawatan sebesar 379,3 miliar/tahun.
  4. Provinsi NTT merupakan provinsi tertinggi penyumbang insiden pneumonia  di Indonesia dengan  angka 38,5%.

Terhadap situasi dan ancaman sebagaimana tersebut diatas, dimana bakteri penyebab pneumonia adalah Pneumokokus yang dapat di cegah dengan vaksin PCV maka kebijakan pemberian vaksin PCV kepada seluruh anak Indonesia adalah sebuah upaya dan ikhtiar untuk memastikan anak Indonesia dapat terhindar dari ancaman pneumonia, selain beberapa upaya diantaranya ASI eksklusif, gizi seimbang, PHBS dan sanitasi lingkungan yang baik dalam mendukung kesehatan anak Bangsa.

Adanya fakta bahwa  di beberapa kabupaten di NTT belum melaksanakan vaksinasi PCV sampai dengan 1 bulan pasca pencanangan (12 september 2022)  dengan alasan adanya penolakan dari orang tua  terhadap penyuntikan ganda dan juga beberapa tenaga kesehatan belum berani melakukan penyuntikan ganda maka di rekomendasikan beberapa upaya untuk mendorong segera pelaksanaan vaksinasi PVC di kabupaten /kota masing masing. Adapun langkah strategis yang dapat di upayakan adalah:

  1. Kampanye secara masif introduksi vaksin PCV kepada masyarakat melalui berbagai jalur komunikasi yang dinilai efektif dan tepat sasaran.
  2. Pelibatan berbagai stakholder di wilayah masing-masing untuk berpartisipasi baik dalam sosialisasi maupun penggerakan sasaran agar antusias mendapatkan vaksin PCV bagi anaknya.
  3. Penguatan kapasitas SDM Kesehatan untuk dapat melakukan vaksinansi ganda dan juga kapasitas edukasi perubahan perilaku di tengah masyarakat, berhubung makin dinamisnya tantangan program kesehatan dan harapan serta sikap masyarakat.
  4. Memastikan perubahan pola kerja dan motivasi  pada tenaga kesehatan agar sejalan dengan tranformasi layanan kesehatan yang mencakup minimal 2 pilar yakni pilar tranformasi layanan primer yang mengedepankan program imunisasi untuk menyehatkan generasi bangsa dan pilar digitalisasi layanan kesehatan dimana banyak pencatatan dan pelaporan kesehatan wajib bertransformasi dari konvensional menuju digitalisasi.

Selamat bekerja, mari sehatkan anak bangsa melalui layanan imunisasi yang merupakan hak anak dan tenaga kesehatan adalah pelayan dalam memenuhi hak anak tersebut wajib  bertanggung jawab terhadap :  Tepat prosedural, aman bagi sasaran, cakupan tinggi dan merata di seluruh wilayah agar terbentuk kekebalan imunitas. (Jeffrey Jap, Vidria Handayani Tae, Marselinus Pratama Atasoge, Yabes Banik).