Perang dengan malaria di jalur Selatan Kabupaten Malaka dan TTS

Agenda eliminasi malaria NTT tahun 2025 adalah keniscayaan, namun harus nyatakan perang “juga” dengan malaria di jalur selatan kabupaten Malaka dan TTS, selain daratan Sumba.

Timeline eliminasi malaria sebagaimana dicanangkan : Indonesia di tahun  2030, Nusa Tenggara Timur di tahun 2024 sesuai Peraturan Gubernur NTT No. 11 Tahun 2017 yang mana sesuai fakta lapangan telah di undur ke tahun 2025 (PerGub No. 11 tahun 2017 belum direvisi) semakin dekat, oleh karenanya berbagai upaya baik mitigasi maupun penanggulangan malaria perlu terus digalakkan dengan pelibatkan multi sektor.

Adapun capaian eliminasi malaria di Provinsi Nusa Tenggara Timur sampai tahun 2021 sebanyak 5 kabupaten (Manggarai, Kota Kupang, Manggarai Timur, Ngada, Ende ) dari  12 kabupaten yang di targetkan.

Sesuai dengan keputusan Direktur Jendral P2P Kementerian Kesehatan RI Nomor: HK.02.0/IV/1813/2017 tanggal 17 Juli 2017, tentang syarat eliminasi adalah menitikberatkan pada dua penilaian utama eliminasi, yaitu:

  1. Syarat Pertama (Utama)
  • API (Annual Parasite Insidence) < 1 per seribu penduduk
  • SPR (Slide Positif Rate) <5%
  • Tidak terdapat kasus Indigenous Selama 3 tahun berturut-turut
  1. Syarat kedua (Komplementer)

Managemen Pengelolaan malaria tingkat kabupaten

(Dinkes Kab, Faskes Rujukan & Faskes tingkat 1)

Total nilai yang harus dicapai oleh kabupaten/kota untuk memenuhi nilai ambang eliminasi malaria mencakup dua syarat diatas adalah minimal= 70 dari total nilai 100.

Secara berjenjang eliminasi malaria adalah dimulai dari tingkat terbawah dalam konsep kewilayahan, mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan pusat (Indonesia) yang artinya mencakup seluruh wilayah NKRI tanpa kecuali, jika ada satu wilayah terkecil sekalipun (desa) tidak memenuhi syarat sebagaimana tersebut diatas maka, niatan eliminasi tidak dapat tercapai.

pengamatan otoritas kesehatan di kabupaten Malaka, kecamatan Wewiku, desa Lamea, wilayah kerja puskesmas Alkani,  tersebut bahwasannya malaria masih berpotensi dan bahkan mewabah. Khusus malaria terjadi peningkatan / penenuan kasus yang signifikan  selama periode tahun 2022: Januari-Juli terdapat 5 kasus,  Agustus terdapat 54 kasus, September terdapat 65 kasus (dominan kasus konfirmasi positif malaria di Bulan September adalah  pada 1 desa dari 4 desa  wilayah kerja puskesmas Alkani, karena adanya program Mass Blood  Survey (MBS) ) sehingga total sampai saat ini terdapat 124  kasus yang didominasi kasus indigenous (penularan lokal)

Situasi diatas tentunya menjadi ancaman bagi keberhasilan upaya eliminasi dan  target eliminasi dapat tertunda, karena 1 saja kasus malaria indigenous ditemukan maka agenda eliminasi akan tertunda untuk 3 tahun kedepan atau (3 tahun berturut-turut wilayah yang akan eliminasi harus 0 kasus malaria indigenous).

Pengamatan atas desa alkani dengan lingkungan geografis  (topografi / fisik)  dan budaya  sangatlah menantang, dimana desa alkani merupakan area yang berbatasan langsung dengan laut selatan dan muara sungai  dan terdapat  hutan adat (nona  AU )  yang masih “perawan” dan lebat akan  vegetasi flora beraneka jenis  dengan daerah aliran sungai (DAS) maupun laguna  yang merupakan habitat  bagi nyamuk anopheles dan spesies lainnya,  selain juga terdapat predator buaya sehingga area tersebut  tidak / belum  mendapat intervensi, selain itu juga terdapat penelantaran pemanfaatan atas lahan tambak garam yang tidak produktif.  Sisi budaya  ditemukan masih adanya pemahaman dan praktek  ditengah  masyarakat yang kontra produktif terhadap berbagai upaya kesehatan, dimana ada kelompok masyarakat yang masih menjalankan/ mengutamakan  praktek pengobatan tradisional dari pada praktek pengobatan modern sehingga di banyak kasus dijumpai adanya keterlambatan akses ke faskes dan mengakibatkan makin parahnya kondisi  penderita ketika di tangani pertama di fasilitas kesehatan.

Adapun rekomendasi yang disampaikan adalah beberapa kegiatan perlu terus diintensifkan dan dioptimalkan oleh seluruh jajaran pemerintahan kabupaten Malaka dan khususnya otoritas kesehatan (selaku leading sektor) di kabupaten Malaka demi menjaga wilayah dan masyarakatnya agar dapat terbebas dari belenggu malaria, oleh karenanya berbagai strategi dan metode yang telah diyakini dapat mengendalikan malaria dari hulu ke hilir  yang dapat  di jalankan adalah :

  1. Kolaborasi antar stakeholder dalam upaya pengendalian lingkungan fisik dalam kerangka pengendalian vektor melalui kemitraan dan pelibatan masyarakat  dalam pengendalian dan rekayasa lingkungan.
  2. Pemantauan dan pengendalian jentik nyamuk anopheles (surveilans vektor) secara terus menerus untuk memimimalisir faktor resiko penular malaria.
  3. Pemetaan fokus, penguatan tatalaksana malaria dan jejaringnya untuk  wilayah reseptif tinggi dan daerah vulnerable malaria.
  4. Upaya 3T (Testing, penguatan diagnostik dan penjaminan mutu laboratorium dengan gold standart testing adalah mikroskopis, Tracing minimal menjangkau 25 orang kontak erat, dan Treatment sesuai standar tatalaksana malaria yang wajib diikuti dengan pemantauan ketat kepatuhan minum obat malaria (OAM).
  5. Pemberdayaan dan pelibatan kader secara terbatas dalam upaya perluasan akses intervensi dan layanan malaria utamanya dalam konteks pengawasan minum obat malaria (OAM).
  6. Promosi kesehatan dalam kerangka pemberdayaan dan penggerakan masyarakat agar dapat menerapkan praktek praktek positif dan mendukung  dalam upaya eliminasi malaria.
  7. Upaya dan peningkatan kerja sama lintas batas dengan kabupaten maupun negara perbatasan. Dalam konteks survey migrasi dan notivikasi kasus antar kabupaten maupun negara tetangga guna respon cepat.

Konsep “perang melawan malaria”  adalah sebuah tindak nyata pergerakan yang benar benar memberantas malaria dan penyebabnya (vektor) bagi pencapaian eliminasi malaria di wilayah berpotensi mengancam keberhasilan agenda eliminasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam  kurun waktu yang tertentu misalnya 1 bulan di mobilisasi  /  pengerahan sumber daya ( SDM (sebuah tim terdiri dari Tenaga kesehatan dengan kompetensi yang relevan dan didukung oleh tenaga lainnya dari lintas sektor termasuk TNIdan pelibatan masyarakat setempat), dengan  logistik dan  prasarana operasional yang memadai) dalam 1 gerakan perang / komando yang komprehensif dan total untuk 3 kegiatan utama yakni

  1. Pengendalian dan rekayasa lingkungan fisik dengan tujuan utama adalah mengendalikan vektor penyebab penyakit.
  2. Penemuan masif dan penatalaksanaan kasus malaria sesuai standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku.
  3. Edukasi dan upaya merubah “praktek salah” ditengah masyarakat yang kontra produktif dengan berbagai upaya kesehatan untuk menyehatkan masyarakat.

Sekiranya aksi nyata sebagaimana tersebut diatas dapat terlaksana dengan konsep kewilayahan mencakup jalur selatan Kabupaten Malaka  dan Timor Tengah Selatan yang merupakan zona fokus aktif malaria di Timor Barat maka agenda eliminasi malaria di NTT akan dapat di gapai.

Selamat bekerja, nyatakan perang dengan malaria di Kabupaten Malaka dan TTS adalah  sebuah ikhtiar dan tindak nyata yang bisa dilaksanakan sekiranya semua kita menjadikan issue malaria adalah issue bersama dan perlu demi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Bangsa. (Jeffrey Jap, Viana Mauleon, Yuliana Otemusu, Saskia Scarlet Frans)

1 reply
  1. Ragu Theodolfi
    Ragu Theodolfi says:

    Artikel yg luar biasa, Pak Jeff…
    Sudah saatnya kita ubah mindset dari paradigma lama menuju paradigma baru. Jemput bola, bersihkan lingkungan sebagai potensi utama sumber penularan. Obati penderita hingga tuntas, penyelidikan epidemiologi yg berkesinambungan. Bila semua aspek ini dilakukan bersamaan, maka merah di tapal batas, bisa jadi putih.
    Mari berantas malaria dengan komitmen yg sungguh2

    Reply

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *