Kampanye Eliminasi Kusta, Eradikasi Frambusia dan Vaksinasi Covid-19

Mycrobacterium leprae. Menyerang kulit, saraf tepi dan organ tubuh lain.Mengakibatkan cacat penampilan dan fisik, gangguan sosialisasi, diskriminasi.Penularan dari penderita kusta yang belum pernah berobat. Penularan melalui pernafasan/kontak erat dan lama (2-5 tahun).

Penyakit frambusia merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Treponema pertenue dan ditularkan melalui kontak langsung dari cairan luka penderita ke luka terbuka pada orang yang sehat. Frambusia terutama menyerang anak usia kurang dari 15 tahun yang tinggal di daerah dengan sanitasi lingkungan dan akses terhadap air bersih yang buruk, serta kesadaran masyarakat akan kebersihan diri yang rendah. Tanpa penanganan yang tepat, penyakit frambusia dapat menyebabkan kecacatan yang menetap pada tubuh yang berdampak pada kualitas hidup dan status sosial penderitanya.

Penyakit kusta dan frambusia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia khususnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Eliminasi merupakan upaya pengurangan terhadap penyakit secara berkesinambungan di wilayah tertentu sehingga angka kesakitan penyakit tersebut dapat ditekan serendah mungkin agar tidak menjadi masalah kesehatan di wilayah yang bersangkutan

Eradikasi atau pemberantasan adalah pengurangan prevalensi penyakit melular pada populasi inang global atau regional menjadi nol, atau pengurangan prevalensi global ke jumlah yang dapat diabaikan

Penyakit kusta dan frambusia merupakan Penyakit Tropis Terabaikan atau Neglected Tropical Diseases (NTD) yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Kedua penyakit ini adalah penyakit menular yang paling sering bermanifestasi pada jaringan kulit dan bila tidak diobati dengan baik dapat menimbulkan kecacatan. Kecacatan yang terjadi bukan saja akan menimbulkan masalah pada fisik penderitanya melainkan juga pada ekonomi dan sosial penderita serta keluarga penderita.

Laporan WHO tahun 2021, pada tahun 2020 Indonesia berada di posisi ketiga negara dengan kasus kusta baru terbanyak di dunia yaitu mencapai 11.173 kasus. Sedangkan untuk kasus frambusia, indonesia berada posisi teratas negara dengan kasus frambusia di wilayah Asia Tenggara. Tahun 2021, terlapor 10.976 kasus baru kusta dari 34 provinsi dan 167 kasus frambusia dari 6 kabupaten/kota di 2 provinsi. Berdasarkan data, masih terdapat 101 kabupaten/kota yang belum mencapai eliminasi kusta. Sebanyak 459 kab/kota belum dinyatakan sebagai kabupaten/kota bebas frambusia terdiri dari 380 kabupaten/kota non endemis dan 79 kabupaten/kota endemis frambusia.

WHO melalui Roadmap Neglected Tropical Diseases (NTDs) Tahun 2021–2030 menetapkan target eliminasi kusta sebagai penyakit (zero leprosy) dan eradikasi frambusia di dunia tahun 2030. Indonesia menetapkan target 514 kabupaten/kota eliminasi kusta tingkat kabupaten dan bebas frambusia tahun 2024. Dalam rangka mewujudkan eliminasi kusta dan eradikasi frambusia di Indonesia, telah diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Kusta.

dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2017 tentang Eradikasi Frambusia serta dilakukan berbagai tahapan kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit melalui pelaksanaan surveilans adekuat (zero reporting) bagi kabupaten/kota endemis dan non endemis, Pemberian Obat Pencegahan dan kegiatan inovasi lainnya untuk memutus mata rantai penularan penyakit.

 

Hasil Pelaksanaan Kegiatan Gerakan Masyarakat (GERMAS) Kampanye Eliminasi Kusta, Eradikasi Frambusia dan Vaksinasi Covid-19 di Kabupaten TTS sbb:

  1. Waktu dan Tempat :

Waktu : Kamis tanggal 27 Oktober 2022

Tempat : Aula Gereja Ebenhaezer Nobi-Nobi dan Halaman Kator Polsek Amanuban Selatan

  1. Peserta : Jumlah yang hadir pada saat pelaksanaan kegiatan kampanye sebanyak 200 orang dan vaksin covid-19 sebanyak 500 orang dari Kelurahan Niki-Niki dan Desa Nobi-Nobi
  2. Materi : Kebijakan Program Kusta dan Frambusia Nasional, Situasi Penyakit Kusta dan Frambusia di Nusa Tenggara Timur dan Gambaran Situasi Program P2 Kusta dan Frambusia di Kabupaten TTS
  3. Narasumber : Tim Kerja NTD Kemenkes RI, Dinkes Dukcapil Provinsi NTT dan Dinkes Kabupaten TTS
  4. Metode : Presentasi, Diskusi dan tanyajawab

Permasalahan

  1. Pemahaman Masyarakat tentang penyakit kusat dan frambusia masih rendah.
  2. Stigma kepada OYPMK dan Keluarga di masyarakat masih tinggi
  3. Sanitasi dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) masih rendah
  4. Ketersedian air bersih di masyarakat masih kurang
  5. Masih ada mayarakat yang belum divaksin tahap pertama

Rekomendasi/RTL

  1. Melakukan kegiatan sosialisasi dan pemahaman terkait penyakit kusta dan frambusia kepada masyarakat
  2. Beri edukasi kepada masyarakat bahwa OYPMK dan Keluarga punya hak yang sama
  3. Beri edukasi kepada masyarakat untuk membersihkan lingkungan dan biasakan berperilaku Hidup Bersih dan Sehat
  4. Bina kerjasama lintas sektor untuk penyediaan air bersih dengan memanfaatkan sumber dana desa dan BOK

Kalau sudah tersedia vaksin agar koordinasi dan fasilitasi masyarakat untuk divaksin.

Berantas Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Implementasi Teknologi Nyamuk ber – Wolbachia

Wolbachia dalam tubuh nyamuk Ae. Aegypti bekerja menghambat replikasi virus dengue sehingga virus tidak dapat ditularkan dari satu orang ke orang yang lain. Penyelenggaraan Implementasi  Pilot Project Wolbachia untuk Penanggulangan Dengue,  akan dilaksanakan di  5 kota yaitu Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Kupang, dan Kota  Bontang.

Wolbachia merupakan  inovasi sebagai  pelengkap program penanggulangan dengue di Indonesia.

Sehubungan dengan terbitnya Kepmenkes Nomor 1341 tahun 2022 tentang penyelenggaraan Pilot Project Penanggulangan Dengue maka akan dilaksanakan kegiatan Penyusunan Roadmaps dan Petunjuk Teknis Implementasi Pilot Project Wolbachia yang merupakan pedoman pedoman pelaksanaan implementasi Wolbachia.

Kegiatan Penyusunan Roadmaps dan petunjuk teknis Implementasi Pilot Project Wolbachia  dilakukan selama 4 hari di Yogyakarta tanggal 26 – 29 Oktober  2022 dengan 2 hari efektif.

Peserta kegiatan adalah  : Tim Kemenkes RI (Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular,Sekretaris Badan Kebijakan  Kesehatan,Inspektur III Inspektorat Jenderal,Biro Perencanaan dan Anggaran    Biro Pengadaan Barang/Jasa, Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat,  Tata Kelola Kesehatan Masyarakat,Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, BiroHukum,

B2P2VRP Salatiga, Dinas Kesehatan Provinsi (DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, NTT, Kalimantan Timur, Jakarta Barat,  BBTKL PP (Surabaya, Jakarta, Banjar Baru, Yogyakarta, Banjar Baru) Dinas Kesehatan Kota (Bandung, Semarang, Kupang, Bontang, Tim Kerja Program dan Anggaran Setditjen P2P,Tim Kerja Hukum, Organisasi dan Hubungan Masyarakat Setditjen P2P, Tim Kerja Penyakit Tular Vektor Dit. P2PM, Tim Kerja Pengendalian Vektor Dit. SKK, Subag Adum P2PM, WHO Indonesia

Tujuan kegiatan penyusunan roadmaps dan petunjuk teknis implementasi pilot project Wolbachia adalah:

  • Sebagai pedoman dalam melakukan akselerasi implementasi teknologi Wolbachia yang telah terbukti efikasinya di Indonesia dan telah direkomendasi WHO
  • Melakukan advokasi kepada mitra potensial untuk tujuan pendanaan dan implementasi Wolbachia

Kegiatan yang dilaksanakan :

Hari I : Cek in peserta

Hari II :

Pembukaan dan sambutan oleh Direktur P2PM Kementerian Kesehatan RI.

  • Teknologi aegypti nyamuk ber-wolbachia adalah inovasi yang sangat baik untuk menurunkan angka kesakitan Dengue dan meminimalkan kegiatan fogging yang apabila dilakukan secara terus menerus dapat mencemari lingkungan dan manusia.
  • Implementasi Wolbachia dibutuhkan komitmen dan manajemen dan operasional yang baik dilapangan untuk menghasilkan koloni nyamuk ber-wolbachia 90%
  • Implementasi dapat dilakukan secara bertahap sesuai kesiapan fasilitas dan telur nyamuk ber-W
  • Kegiatan tersebut harus dilaksankan sesuai rencana dan kerjakan apa yang bisa dikerjakan
  • Teknologi ber-Wolbachia akan terus dipantau oleh kementerian kesehatan RI dalam implementasi dilapangan sesuai arahan Menteri Kesehatan RI.

Penyusunan Roadmaps dan Juknis Implementasi Pilot Project Wolbachia.

  • Penyusuanan Juknis tentang latar belakang, tujuan, Sasaran, Strategi dan Persiapan.
  • Penyusunan Roadmap tentang Latar Belakang, Startegi, Teknologi Wolbachia, Peta jalan implementasi 2023 – 2025.

Hari III :

Penyusunan Roadmaps dan Juknis Implementasi Pilot Project Wolbachia.

Diskusi Lanjutan tentang :

  • Penyusuanan Juknis tentang latar belakang, tujuan, Sasaran, Strategi dan Persiapan.
  • Penyusunan Roadmap tentang Latar Belakang, Startegi, Teknologi Wolbachia, Peta jalan implementasi 2023 – 2025.

Strategi implementasi teknologi ber – Wolbachia

  • Strategi manajemen dan organisasi (terbentuknya tim pelaksana implementasi dengan masing – masing tugas pokok, fungsi dan tanggungjawab dari tingkat Kabupaten/Kota hingga di tingkat Pusat
  • Strategi diagnostic dan monitoring Wolbachia (Frekuensi Wolbachia tercapai >60% diwilayah target rilis, pelaporan dan tersedianya alat,fasilitas dan SDM untuk melakukan monitoring
  • Strategi Pelibatan Masyarakat (Terbentuknya surat keputusan atau instruksi dari Kepala Daerah dan Pemerintah Daerah untuk mendukung dan berkomitmen dalam implementasi teknologi nyamuk ber – Wolbachia di wilayah target
  • Strategi Monitoring Dengue (Data insiden kasus termonitor dan terdokumentasi setiap bulan selama minimum 5 tahun sebelum, selama dan paska implementasi yaitu 1 tahun setelah penarikan ember nyamuk ber –Strategi Deployment dan monitoring (persiapan wolbachi untuk kegiatan dilapangan)
  • Strategi Media dan komunikasi (Tersedianya kanal informasi yang efektif terkait program implementasi teknologi nyamuk ber – Wolbachia sehinggga masyarakat dapat menerima informasi
  • Startegi Penyediaan telur dan logistic ( produksi telur nyamuk ber Wolbachia, logistic ember dan pakan, tersedia fasilitas, SDM, SOP

Strategi Pelepasan Nyamuk (tersedianya koloni nyamuk ae aegypti yang Wolbachia dengan populasi nyamuk lokal, pelepasan nyamuk ber-wolbachia 90%, tersedianya Sumber Daya Manusia.

Hari IV :

Penutupan : Oleh Kasubdit Arbovirosis Kementerian Kesehatan RI

Pesan Kunci dalam Penerapan Teknologi Aedes aegypti ber-Wolbachia 

  • Metode Wolbachia menjadi pelengkap dari program pengendalian DBD yang sudah berjalan.
  • Teknologi Wolbachia efektif menurunkan 77% kasus DBD dan menurunkan 86% tingkat rawat.
  • Teknologi Wolbachia sudah terbukti aman untuk lingkungan dan manusia, berdasarkan penelitian para ahli independen dari berbagai latar belakang keilmuan.
  • Teknologi Wolbachia diimplementasikan dengan penitipan ember berisi telur nyamuk Aegypti ber-Wolbachia, kemudian nyamuk akan kawin dan berkembang biak dengan nyamuk olba sehingga memperbanyak populasi nyamuk Ae.aegypti ber- Wolbachia yang tidak menularkan virus dengue.
  • Dengan 1 kali periode penitipan ember, Wolbachia dapat  bertahan untuk jangka Wolbachia.

Keberhasilan teknologi Wolbachia perlu dukungan dari stakeholder baik lintas program maupun lintas olbac misalnya :    Gubernur/Bupati/Walikota/Camat/Lurah/Kades/RT/RW dan masyarakat/toma/toga/kader.

Rencana Tindak Lanjut dan Harapan

  • Teknologi Wolbachia dapat diaplikasikan dengan dengan dukungan dari berbagai stakeholder.
  • Teknologi Wolbachia menjadi Program Resmi Kemenkes dan didukung dengan alokasi anggaran
  • Perencanaan dan Pelaksanaan teknologi Wolbachia tahun 2022 – 2025 dan akan dimulai awal tahun 2023
  • Teknologi Wolbachia menjadi inovasi dalam pengendalian Dengue
  • Pelaksanaan Teknologi Wolbachia di Kota Kupang tahun 2023 .

Teknologi Wolbachia diharapkan mendapat atensi dan dukunagn dari Pemerintah dan  masyarakat.

Pengelolaan Gizi Buruk Terintegrasi di Provinsi NTT

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur telah mengupayakan dalam menghadapi masalah kekurangan gizi.  Hasil RISKESDAS Tahun 2018, angka stunting di NTT  42,7%  tertinggi di Indonesia dan angka wasting tertinggi ke 7 sebesar 12,8%.   Berdasarkan data tersebut diatas maka pemerintah NTT telah melakukan berbagai upaya percepatan dan penanggulangan masalah gizi  dan dari hasil e-PPGBM (elektronik – Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat) yang diperoleh dari hasil operasi timbang balita di posyandu yang dilakukan 2 kali setahun pada bulan Februari dan Agustus mulai tahun 2018 sampai dengan tahun 2022 menunjukkan hasil adanya penurunan prosentase stunting yang signifikan  yaitu 35,4 % tahun 2018 turun menjadi 17,7 % pada tahun 2022.

Pengelolaan Gizi Buruk Terintegrasi adalah pendekatan pencegahan dan tata laksana gizi buruk yang terdiri dari 4 komponen, yaitu mobilisasi masyarakat, tata laksana balita gizi buruk tanpa komplikasi medis di layanan rawat jalan, tata laksana balita gizi buruk dengan komplikasi medis di layanan rawat inap dan pemberian konseling dan/atau makanan tambahan untuk balita gizi kurang tanpa komplikasi.

Program Pengelolaan gizi buruk terintegrasi telah dilaksanakan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam mencegah dan mengobati anak balita gizi buruk sejak tahun 2018  di satu kabupaten dan diperluas, dimana hingga tahun 2022, Pengeloaan gizi  buruk terintegrasi telah dilatihkan dan dilaksanakan di seluruh 22 kabupaten/kota di NTT.

Untuk menindaklanjuti pelaksanaan Pengeloaan Gizi Buruk Terintegrasi di seluruh kabupaten/kota di NTT, diperlukan Orientasi  tata laksana balita gizi buruk bagi tim asuhan gizi puskesmas yang terdiri dari Dokter Puskesmas, ahli gizi puskesmas dan Perawat atau bidan, sehingga bisa mengintervensi balita gizi buruk tepat waktu dan berkualitas. Selain itu, dengan adanya pencatatan, dan pelaporan yang baik dan terintegrasi dari tingkat posyandu, desa, Puskesmas, dan kabupaten membuka kesempatan untuk berbagi dan menganalisa data penanganan masalah gizi buruk guna optimalisasi pelaksanaaan program di setiap kabupaten.

Kegiatan Orientasi Tata Laksana Balita Gizi Buruk Bagi Tenaga Kesehatan di Kabupaten Sumba Timur  di ikuti oleh 48 orang terdiri dari 24 tenaga gizi puskesmas , 10 Dokter Puskesmas dan 10 Bidan Koordinator dan  4 orang Perawat yang tersebar di 24 Puskesmas di Kabupaten Sumba Timur

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi Tenaga Kesehatan (tim asuhan gizi) di puskesmas dan memahami  tentang proses terjadinya masalah gizi sehingga dapat menetapkan diagnose  dan selanjutnya melakukan intervensi dengan tepat dan cepat terhadap balita yang mengalami masalah gizi khusunya balita gizi buruk.

Untuk balita yang berstatus gizi buruk perlu dilakukan perawatan yang optimal sehingga balita dapat pulih kembali. Penerapan standar tatalaksana gizi buruk di puskesmas dan rumah sakit di masing-masing Puskesmas dapat bervariasi karena adanya perbedaan dalam jumlah dan mutu tenaga, mobilitas tim tatalaksana gizi buruk yang telah berpindah (mobilitas tenaga) serta sarana dan faktor lainnya yang mempengaruhi hasil penanganan gizi buruk, sehingga dilakukan Orientasi Tatalaksana Anak Gizi Buruk di tingkat puskesmas untuk menyeragamkan tatalaksana anak gizi buruk di setiap wilayah kerja baik puskesmas/panti rawat gizi maupun rumah sakit.

Adapun materi yang disampaikan pada Orientasi tata laksana balita gizi buruk bagi tim asuhan gizi puskesmas ( dokter,perawat/bidan dan ahli gizi ) adalah :

  • Memahami kebijakan pencegahan dan tata laksana gizi buruk pada balita
  • Melakukan Pengelolaan Terintegrasi Upaya Penanggulangan Gizi Buruk pada Balita
  • Melakukan Pencegahan dan Penemuan Dini Gizi Buruk pada Balita Di puskesmas
  • Melakukan Tata Laksana Umum Gizi Buruk Pada Balita
  • Menerapkan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita Di Layanan Rawat Jalan
  • Menerapkan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita Di Layanan Rawat Inap
  • Praktek Pembuatan Formula
  • Praktek Pemantauan Pertumbuhan
  • Kunjungan lapangan ke sasaran Balita Gizi Buruk
  • RTL di Tingkat Puskesmas

Orientasi Orientasi tata Laksana Balita Gizi Buruk Bagi Tenaga Kesehatan (tim asuhan gizi puskesmas ) di Kabupaten Sumba Timur  ini dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Timur   pada tanggal 18 s/d 21 Oktober  2022 di Aula SMA N 2 Waingapu,  Kabupaten Sumba Timur.

Diharapkan dengan telah terlatihnya Tim Asuhan Gizi Puskesmas  ini cakupan penemuan dini dan rujukan kasus gizi buruk melalui penemuan aktif semakin baik dan segera mendapat intervensi yang tepat agar di kabupaten Sumba Timur dalam Penanganan balita gizi buruk bisa mencapai 100 %, dan percepatan penurunan stunting bisa segera di atasi.   Kabupaten Sumba Timur saat ini mempunyai Komitmen untuk menurunkan  angka stunting menjadi 12 % pada tahun 2023.