Pelatihan Human Centered Design (HCD) untuk Pelatih di Kabupaten Sumba Barat Daya

Dalam Sistem Kesehatan Nasional Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan Angka Kematian Bayi dan Balita. Apabila anak tidak mendapat imunisasi lengkap maka akan berdampak pada Penyakit yang Dapat Di cegah Dengan Imunisasi (PD3I) dan memberikan risiko Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA). Beberapa penyakit menular PD3I yang menyerang anak berumur 0-11 bulan adalah Tuberkulosis (TBC), Difteri, Tetanus, Hepatitis B, Pertusis, Campak, dan Polio. Anak yang mendapatkan imunisasi akan terlindungi dari PD3I tersebut, sehingga akan terhindar dari kecacatan atau kematian  dengan ketentuan  cakupan imunisasi harus dan dapat menjangkau sebanyak- banyaknya kelompok sasaran dalam  sebuah komunitas baik lintas daerah maupun wilayah agar dapat tercapai apa yang disebut herd immunity.

Fakta dalam beberapa tahun belakangan cakupan imunisasi khususnya imunisasi dasar lengkap  (IDL) tidaklah mencapai target, terlebih di era pandemi covid 19 dimana terjadi penurunan cakupan untuk semua reagen vaksin secara nasional sebagaimana data berikut: IDL tahun 2020  sebesar 84,2% dari target 92,9%, IDL tahun 2021  sebesar 82,8 % dari target 93,6%  Cakupan imunisasi Provinsi NTT berdasarkan data PWS sampai dengan bulan Desember 2021 untuk 6 kabupaten termasuk Sumba Barat Daya yang ada di NTT belum mencapai target  cakupan imunisasi Nasional yaitu 95%. Penurunan cakupan ini dapat  menimbulkan adanya ancaman terhadap kemungkinan wabah  PD3I  yang diakibatkan tidak tercapainya imunitas kelompok. Saat ini di tengah situasi pandemic covid yang masih mengancam, telah terlaporkan terjadinya peningkatan kasus difteri di 67 kabupaten/kota di 23 provinsi dan peningkatan kasus campak rubella di 6 kabupaten/kota  di 6 provinsi   di Indonesia. Oleh karenanya berbagai upaya maksimal dalam rangka mitigasi ancaman mewabahnya kasus / wabah PD3I sangatlah diperlukan.

Dalam  upaya peningkatan program imunisasi, telah dilaksanakan pendekatan Human-Centered Design (HCD) di dalam strategi komunikasi imunisasi. Pendekatan ini berorientasi pada pembuatan ide dan solusi serta mendorong kita untuk bekerja membuat solusi yang tepat bersama dengan kelompok sasaran, dalam waktu yang cepat. Sehubungan dengan hal tersebut, telah, dilaksanakan Pelatihan HCD bagi Petugas Puskesmas dan Kader Posyandu di Kabupaten Sumba Barat Daya .

Model pendekatan HCD merupakan sebuah pendekatan dengan mengarusutamakan  kelompok sasaran sebagai  sentral dari permasalahan dan upaya eksplorasi solusi untuk mengatasi permasalahan yang di temui  termasuk didalamnya adalah tujuan dan sasaran program pembagunan kesehatan. Oleh karenanya  dapat di anjurkan dan diuji cobakan dalam upaya mengatasi persoalan masih belum tercapainya indikator cakupan IDL yang sedang di upayakan.  Dengan mengarusutamakan masyarakat sebagai sentral  pergerakan  baik dari sisi perencanaan sampai upaya solusi  yang akan di terapkan sangat besar harapannya dapat tereksplorasi apa masalah,  apa yang dibutuhkan dan bagaimana membantu masyarakat untuk dan agar dapat mengkakses layanan kesehatan termasuk didalamnya adalah layanan Imunisasi  dasar lengkap (IDL)  agar tercapai herd immunity ditengah masyarakat sebagaimana yang diharapkan .

Kegiatan ini dilaksanakan secara luring di Hotel Sumba Sejahtera Tambolaka  dengan metode Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab, pengerjaan Buku kerja, serta Studi Lapangan atau Penyelidikan cepat pada hari Senin s.d Jumat , tanggal 1 -5 Agustus 2022 dengan Pembiayaan dari UNICEF Tahun 2022.

Fasilitator dalam kegiatan ini yaitu : Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT, Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Barat Daya.

Peserta Pelatihan HCD di Sumba Barat Daya  sebanyak 15 orang dengan Rincian  Sebagai berikut:

  • Puskesmas Walandimu : 3 orang
  • Puskesmas Kawango Hari : 3 orang
  • Puskesmas Werilolo : 3 orang
  • Kader Posyandu PKM Walandimu : 2 orang
  • Kader Posyandu PKM Kawango Hari : 2 orang
  • Kader Posyandu PKM Werilolo : 2 orang Peserta

Dengan adanya Pelatihan ini diharapkan pendekatan Human Centered Design (HCD) ini dapat di implementasikan di Puskesmas dan Posyandu dengan melibatkan stakeholder terkait sehingga dapat terwujud capaian program Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) di Kabupaten Sumba Barat Daya. Feby_yankes

Sosialisasi Pelayanan Kesehatan Tradisional dan Pengembangan Taman Obat Keluarga (TOGA) bagi Puskesmas di Kabupaten Kupang

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 61 tahun 2016 tentang pelayanan kesehatan tradisional Empiris, pada pasal 2 mengatur tentang pelayanan kesehatan Tradisional Empiris yang bertujuan untuk, mewujudkan penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris yang aman dan bermanfaat, Pelayanan kesehatan tradisional Empiris dilaksanakan oleh penyehat tradisional berdasarkan pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh turun temurun atau melalui pendidikan non formal. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional empriris diselenggarakan harus memenuhi ketentuan antara lain, dapat dipertanggungjawabkan keamanan dan manfaatnya secara empiris dan digunakan secara rasional, tidak bertentangan dengan norma agama dan norma yang berlaku dimasyarakat.

 

Program kesehatan tradisional telah dilaksanakan sejak tahun 2012, Hingga tahun 2019 melalui dana dekonsentrasi provinsi Nusa Tenggara Timur melalui Dinas kesehatan Kependudukan dan Pencatatan Sipil telah melatih tenaga Asuhan mandiri dan Akupresur di Puskesmas 22 kabupaten/Kota. Karena Pelayanan Kesehatan Tradisional masih belum dikenal oleh masyarakat umum terutama di wilayah kerja puskesmas maka perlu dilakukan sosialisasi pelayanan kesehatan Tradisional.

 

Pemerintah Kabupaten Kupang melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang melaksanakan Kegiatan Sosialisasi Pelayanan Kesehatan Tradisional dan pemanfaatan taman obat keluarga, kepada petugas Puskesmas di Kabupaten Kupang. Pertemuan ini merupakan salah satu upaya untuk melakukan sosialisasi kepada para kader dan Tim Penggerak PKK yang bertempat di Aula Dinas kesehatan kabupaten Kupang pada hari kamis (4/08), pertemuan dibuka oleh Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan kabupaten Kupang dan dilanjutkan dengan materi Kebijakan. Selesai materi kebijakan dilanjutkan dengan materi Pedoman Penilaian Toga dan Pemanfaatan Toga dan akupresure oleh kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Primer dan Kesehatan Tradisional, Dinas Kesehatan Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT.  Tujuan dari sosialisasi ini agar para petugas Puskesmas bisa memahami pelayanan kesehatan tradisional dan dapat mensosialisasikan kepada para kader puskemsas dan juga dapat berkolaborasi dengan Tim penggerak PKK di wilayah kerja Puskemsas. Fokus utama sosialisasi ini adalah pengenalan akupresur dan pemanfaatan taman obat keluarga (TOGA). Diharapakan agar petugas Puskemas yang mengikuti sosialisasi dapat melaksanakan kegiatan pelayananan kesehatan tradisional Akupresure dan pemanfaatan Toga, membentuk kader akupresur dan Toga dimasing masing Desa, kader juga mempunyai keluarga binaan yang memanfaatkan Akupresure dan Toga untuk mengatasi keluhan penyakit ringan.

 

Secara umum pelayanan kesehatan tradisional ada 2 metode yaitu dengan menggunakan ramuan dan ketrampilan (akupresur). Yang termasuk ramuan antara lain; jamu, obat herbal, dan aroma therapy. Sementara untuk kategori ketrampilan antara lain; pijat, urut, releksi, bekam dan akupuntur. Saat ini di 9 Puskesmas di Kabupaten Kupang telah mendata penyehat tradisional di wilayh kerjanya, ada penyehat dengan metode khusus masalah patah tulang, ada penyehat ramuan dan adapula dengan metode bekam, dan terbanyak masuk dalam kategori pijat urut. Puskesmas mempunyai kewajiban untuk membina kegiatan para penyehat tradisional tersebut.

 

Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang pada tanggal 4 Agustus 2022 bertempat di Aula Dinas kesehatan Kabupaten Kupang diadakan pertemuan Sosialisasi Pelayanan Kesehatan Tradisional dan Pemanfaatan Toga serta  ketrampilan (akupresure), mengundang Tim Dinas Kesehatan Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT,hadir sebagai Narasumber Plt.Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan (Emma M.F Simanjuntak,SKM.MM.MScPH) dengan materi Kebijakan Pelayanan Kesehatan Tradisional. Pedoman Penilaian Toga dan Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA (Ns. Helena Gomes, S.Si.,Apt.,), dilanjutkan dengan praktek membuat minuman jamu dan Praktek akupresur (Ns.Salma Baktiar). Harapan para pemateri bahwa dengan adanya sosialisasi ini dapat menambah pengetahuan para petugas Puskesmas dan kader serta Tim PKK dalam memanfaatkan Taman Obat keluarga dan Akupresur.   Helena bersama Tim_Yankes

 


#toga

#tradisional

Menerima Kunjungan Tim Supervisi Fasilitatif Provinsi NTT, Tim Puskesmas Moni dan Bola Siap Membuka Diri dengan perubahan menjadi lebih baik

Kegiatan Supervisi Fasilitatif dilaksanaka di Kabupaten Ende (Puskesmas Moni) pada tanggal 01 Agustus 2022 dan Kabupaten Sikka (Puskesmas Bola) tanggal 03 Agustus 2022 dengan melibatkan tim Dokter Spesialis Obgyn dan  Anak Provinsi dan Kabupaten, Tim Manajemen Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten,Organisasi Profesi Ikatan Bidan Indonesia Provinsi NTT, Fakultas Kedokteran Undana, Tim Maternal Neonatal di Puskesmas Moni dan Bola.

Kegiatan Supervisi Fasilitatif Sebagai upaya percepatan penurunan kematian ibu dan Bayi Baru Lahir diperlukan peningkatan kualitas pelayanan di Puskesmas yang dilakukan melalui penyeliaan fasilitatif menggunakan ceklist.

Penyeliaan fasilitatif sebagai instrument manajemen yg memperbaiki dan mengendalikan input dan proses yg berkesinambungan terkait dengan upaya perbaikan mutu pelayanan yang sesuai standar.

Ceklist / tools yang digunakan adalah menggunakan daftar tilik ANC dan KIA Tahun 2019 dan Alat Pantau Kinerja Klinis  Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.

Penilaian yang dilakukan meliputi; Pelayanan Maternal, Pelayanan Neonatal, Pelayanan KIA – KB, dan Pelayanan Manajemen KIA.

Hakikat Utama Supervisi Fasilitasi terletak pada pendampingan untuk mengubah mutu pelayanan maternal dan neonatal sesuai dengan standar yang ditetapkan. Intinya tenaga Kesehatan di puskesmas siap untuk membuka diri terhadap perubahan dan kompetensi terupdate sehingga mutu pelayanan KIA dapat ditingkatkan.

Kegiatan ini diakhiri dengan Rencana Tindak Lanjut dari masing-masing puskesmas sebagai bentuk komitmen dari peserta yang telah dibekali dengan pengetahuan maupun praktik pelayanan maternal neonatal untuk melengkapi item-item yang masih kurang sesuai dengan kewenangan masing-masing jenjang pelayanan. (penuli : ronalraya)

 


#supervisi

#fasilitatif

#matneo

#kia

RAPAT KOORDINASI PEMBAHASAN PENANGANAN MASALAH ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA (ODGJ) DAN PASIEN PASUNG DI DINAS KESEHATAN, KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL PROV. NTT

Masalah kesehatan jiwa telah menjadi masalah kesehatan yang belum terselesaikan di tengah-tengah masyarakat, baik di tingkat global maupun nasional. Dampak dari pandemi COVID-19 ini tidak hanya terhadap kesehatan fisik saja, namun juga berdampak terhadap kesehatan jiwa dari jutaan orang, baik yang terpapar langsung oleh virus maupun pada orang yang tidak terpapar. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.

Rapat koordinasi pembahasan penanganan masalah ODGJ dan pasien pasung bertujuan  untuk memadukan atau Sinkronisasi lintas sektor terkait penanganan ODGJ dan pasien pasung sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya secara detail sehingga diketahui peran  “siapa berbuat apa”, dalam penanganan ODGJ. Untuk itu perlu adanya Memorandum Of Understanding /MOU penanganan  pasien pasung  bagi penyandang disabilitas mental yang menjadi sangat penting, diharapkan dapat dihasilkan melaui  rapat koordinasi ini.

Kegiatan berlangsung pada hari Kamis, 21 Juli tahun 2022 bertempat di Aula Telaga Nirwana, Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Prov. NTT, Jalan Palapa No 22 Oebobo Kupang.  Turut hadir dalam rapat koordinasi ini antara lain Perwakilan dari UPTD RSJ Naimata, Perwakilan Biro Pemerintahan Setda Provinsi NTT, Perwakilan Dinkes Kota Kupang, Perwakilan Dinas Sosial Kota Kupang, Perwakilan Sentra Efata/ Kemensos RI, Perwakilan Korem 161 Wirasakti, Perwakilan BPJS Kesehatan Kupang, dan staf Dinkes Dukcapil dengan jumlah keseluruhan sebanyak 30 orang.

Kegiatan ini dibuka oleh Ibu Ir. Erlina R. Salmun, M.Kes, selaku kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Kependudukan dan Pencatatan Sipil Prov. NTT. Beliau memberi arahan serta menyampaikan gambaran situasi dan kondisi penanganan ODGJ di Provinsi NTT sampai dengan bulan Mei 2022, kasus pasien dengan gangguan jiwa berat di Provinsi NTT berjumlah 4.503 jiwa, dan pasien pasung berjumlah 360 kasus. Selain pemaparan terkait kondisi ODGJ berat disampaikan juga pokok – pokok permasalahan dan peran masing-masing lintas sektor yang hadir terkait penanganan ODGJ di Provinsi NTT..

Kendala yang dihadapi, lebih dikarenakan pada belum adanya kejelasan kerjasama lintas sektor  terkait  dengan peran dan tanggungjawabnya  terhadap  status pasien ODGJ  bila yang bersangkutan:

  1. Tidak memiliki identitas diri
  2. Tidak memiliki Kartu Jaminan Kesehatan
  3. Tidak memiliki tempat tinggal
  4. Tidak memiliki ketrampilan untuk hidup

Tidak memiliki keluarga untuk pendampingan Edan lain sebagainya.

Lalu bagaimana keberlanjutan penanganannya, ketika yang bersangkutan  keluar dari  fasyankes tapi tidak memiliki tempat tinggal …? Siapa yang menjamin kehidupannya ketika tidak memiliki keluarga dan keterampilan …? dan lain sebagainya. Untuk itu perlu kolaborasi semua pihak agar masalah ODGJ menjadi masalah bersama dan bukan hanya masalah Bidang Kesehatan saja.

Memorandum of Understanding (MoU) atau Nota Kesepahaman / perjanjian menjadi pengikat agar semua dukungan lintas sektor yang diusulkan dan disepakati dapat diakomodir menjadi keputusan bersama untuk dilaksanakan, sehingga masing – masing peran dalam penanganan ODGJ menjadi jelas alur dan mekanismenya baik kebijakan maupun penganggaran serta berkekuatan hukum yang tetap.

Berikut penyampaian dari masing – masing perwakilan terkait penanganan terkait dengan ODGJ dan penanganan pemasungan bagi penyandang disabilitas mental, yang   dalam kesimpulan  berikut ini :

Kesimpulan Rapat Koordinasi Rapat koordinasi Penanganan Masalah Orang Dengan Gangguan Jiwa(ODGJ) dan Pasien Pasung:

Dari semua pihak yang terlibat dalam rapat koordinasi ini bersepakat, bersinergi dalam penanganan Orang Dengan GangguanJiwa /ODGJ dan pasien pasung sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing – masing mulai dari

  • Dukungan BPJS dalam Penanganan Pembuatan Kartu Jaminan Kesehatan/BPJS
  • Dukungan Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kartu Identitas diri /KTP
  • Dukungan dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk mewujudkan penanganan ODGJ dengan melibatkan peran istri anggota TNI (Nakes) untuk dilatih dalam menangani ODGJ
  • Dukungan sosial untuk memberikan Surat Keterangan Tidak Mampu/SKTM
  • Dukungan Biro Pemerintah dalam mempertegas alur / mekamisme tugas pokok dan fungsi masing – masing dalam penanganan ODGJ dengan penyusunan regulasi.
  • Dinkesdukcapil Prov NTT diharapkan adanya TIM yang pasti untuk penanganan ODGJ dan pasien pasung.karena Kesehatan Jiwa (jiwa) Ini masuk dalam  Standar Pelayanan Minimal (SPM) sehingga wajib diberikan pelayanan kesehatan sesuai standar dan wajib dilakukan skrining mental.

 

Diharapkan dari rapat koordinasi Penanganan Masalah Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dan Pasien Pasung dapat menjadi pijakan para pengambil keputusan untuk mulai bersama – sama berkolaborasi dalam kebijakan maupun pengangggaran  sehingga penanganan ODGJ dan pasien pasung dapat dilaksanakan dengan maksimal.

Akhir kata bagi kita semua untuk :

  1. Tetap menjaga kesehatan diri dan tetap patuh dan disiplin dengan protokol kesehatan agar tidak tertular COVID-19, serta selalu menjaga kesehatan jiwa dengan mengelola stress dengan baik, menciptakan suasana yang aman, nyaman bagi seluruh anggota keluarga di rumah kita.
  2. Kepada para tenaga kesehatan, kader kesehatan jiwa dan komunitas peduli kesehatan jiwa, untuk selalu menjaga kesehatan dan mencegah penularan COVID-19 serta berdedikasi menjaga kesehatan jiwa masyarakat, baik melalui kegiatan di komunitas dan atau di fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan layanan dan pendampingan bagi masyarakat yang mengalami masalah kesehatan jiwa, sehinga mendapatkan akses layanan yang setara.
  3. Kepada Pemerintah Daerah Provinsi NTT, sebagai pengampu dan yang berwenang di daerah, agar program dan pelayanan kesehatan jiwa dapat menjadi fokus perhatian tentunya dengan menyediakan berbagai sarana dan prasarana terkait kesehatan jiwa yang memadai dan mendukung penyelenggaraan program kesehatan jiwa di tingkat Kab/kota

#p2ptmkeswa #Rapat koordinasi Penanganan ODGJ dan Pasien Pasung #kesehatan jiwa #WBK #WBBM

#Integritas #dinkesdukcapil #dinassosialprovinsi #Kemenkesri #tpkjm #bpjskesehatan #polisiri #TNI


Nama Penulis       : Maria B. Tokan, SKM

Bidang                   : PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT (P2P)

Eliminasi Malaria dari Perbatasan Untuk Kejayaan Indonesia

Komitmen eliminasi malaria bergaung di Kabupaten Belu. Sebagai wilayah perbatasan antar negara dan etalase terdepan Indonesia, Kabupaten Belu menjadi wilayah strategis bagi  pagelaran keberhasilan penanganan penyebaran malaria di Timor Barat untuk tidak menjadi wilayah peng export kasus malaria ke negara Tetangga Timor leste.

Atas fasilitasi dari WHO, Kemènterian Kesehatan RI, Dinas Kesehatan Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT, Poltekkes Kemenkes Kupang, UNICEF-NTT dan Dinas Kesehatan Kabupaten Belu menggelar kegiatan Peningkatan Kapasitas Tenaga Surveiĺàns Malaria Bagi Kabupaten Perbatasan Timor Leste sejak tanggal 25-30 Juli 2022 di Hotel Setia-Atambua. Peserta kegiatan adalah Pengelola Program Malaria dan Sanitarian dari 13 puskesmas perbatasan serta Wilayah Kerja KKP Mota’ain dan Atapupu.

Target eliminasi malaria Kabupaten Belu tahun 2023 merupakan komitmen yang dikumandangkan oleh selùruh pegiat malaria di kabupaten ini. Tekad menjayakan Indonesia melalui perbatasan yang steril dari malaria, terutama kasus indigenous atau kasus lokal sedemikan menggemanya. Untuk itu perlu dibekali dengan berbagai upaya-upaya strategis dan tepat untuk mewujudkan target eliminasi ini. Adapun agenda peningkatan kapasitas surveilans malaria meliputi:

  1. Surveilans Migrasi Malaria
  2. Surveilans Entomologi Vektor Malaria
  3. Penyelidikan Epidemiologi 125 dan Studi Kasus Malaria
  4. Survey Kasus, Reseptifitas dan Pemetaan QGIS
  5. Praktik Lapangan ke Puskesmas Perbatasan dan Desa

Syarat utama eliminasi malaria adalah API <1 per seribu penduduk, SPR <5% dan tidak terdapat kasus indigenous selama 3 tahun berturut-turut. Situasi terkini kinerja program malaria di Kabupaten Belu, API dan SPR sudah mencapai target, tetapi kasus indigenous masih terjadi pada tahun 2020 sebanyak 6 kasus, oleh karenanya agenda eliminasi bergeser ke tahun 2023. Tahun 2022 lebih dari 500 orang pelaku perjalanan ke Kabupaten Belu telah di skrining malaria melalui Survey Migrasi dan ditemukan sebanyak 11 kasus positif impor dari Propinsi Papua dan Kabupaten  Malaka.

Berbagai upaya & program malaria strategis yang sedang berlangsung diantaranya : Tatalaksana Standar Kasus Malaria, Peyelidikan Epidemiologi 125, Survey Migrasi bersama Wilayah Kerja KKP Mota’ain dan Atapupu, Survey Reseptifitas dan Penanggulangan Vektor serta Pembagian Kelambu.

Bonus percepatan eliminasi malaria Belu di tahun 2022, mungkinkah? Dalam diskusi yang dipandu oleh expert malaria nasional Dr. Lukman Hakim, ditemukan bahwasanya 6 kasus malaria indigenous yang dilaporkan di tahun 2020 adalah kasus yang masih “diragukan” karena kurang akuratnya data hasil investigasi. Karena itu, rekomendasi esensial yang harus dilakukan adalah investigasi ulang secara epidemiologi yang mendalam untuk penegakkan klasifikasi

kasus tersebut. Investigasi ini diharapkan akan memberikan hasil klasifikasi kasus yang sesungguhnya, terkategori Indigenous/import/relaps.

Fakta lapangan hasil investigas/PE retrospektif terhadap 6 kasus yang dilaporkan oleh tim/peserta pelatihan diperoleh berbagai dukung untuk memperkuat hasil penegakan diagnosis terdahulu dengan simpulan sebagai berikut : 3 Kasus Import dan 3 Kasus Indigenous (1 Kasus False Positif dikarenakan ada riwayat penyakit DBD disaat yang bersamaan dan kasus terakhir di bulan september 2020). Adapun syarat eliminasi di suatu wilayah adalah bebas penularan setempat atau kasus indigenous selama 3 tahun berturut-turut. Oleh karenya agenda eliminasi kabupaten Belu tidak dapat dimajukan karena ditemukannya kasus indigenous terakhir pada bulan september 2020 (Bonus eliminasi belum tergapai).

Atas situasi tersebut di atas dan sebagai output dari kegiatan ini maka beberapa kegiatan  perlu terus diintensifkan dan dioptimalkan oleh seluruh jajaran otoritas kesehatan di Kabupaten  Belu demi menjaga wilayah dan masyarakatnya agar dapat terbebas dari belenggu malaria dan tidak distigmatisasi sebagai wilayah peng export malaria ke negara tetangga. Oleh karenanya  berbagai strategi dan  metode  yang  telah diyakini dapat mengendalikan malaria dari hulu ke hilir  yang akan di jalankan adalah :

  1. Kolaborasi antar stakeholder dalam upaya pencegahan penularan kembali malaria.
  2. Pengendalian vektor melalui kemitraan dan pelibatan masyarakat dalam pengendalian dan rekayasa lingkungan.
  3. Pemantauan dan pengendalian jentik nyamuk anopheles (survailanse vektor) secara terus menerus untuk memimimalisir faktor resiko penular malaria.
  4. Pemetaan fokus, penguatan tatalaksana malaria dan jejaringnya untuk  wilayah reseptif tinggi dan daerah vulnerable malaria.
  5. Upaya 3T (Testing, penguatan diagnostic dan penjaminan mutu laboratorium dengan gold standart testing adalah mikroskopis, Tracing minimal menjangkau 25 orang kontak erat, dan Treatment sesuai standart tatalaksana malaria yang wajib diikuti dengan pemantauan ketat kepatuhan minum obat malaria (OAM).
  6. Survey migrasi terhadap semua pelintas batas dan dari/ke daerah endemis malaria.
  7. Pemberdayaan dan pelibatan kader secara terbatas dalam upaya perluasan akses intervensi dan layanan malaria.
  8. Promosi kesehatan dalam kerangka pemberdayaan dan penggerakan masyarakat dalam upaya eliminasi malaria.
  9. Upaya dan peningkatan kerja sama lintas batas dengan kabupaten maupun negara perbatasan. Dalam konteks notivikasi kasus antar kabupaten maupun negara tetangga guna respon cepat.
       Selamat bekerja, songsong eliminasi malaria Kabupaten Belu di tahun 2023. Dari perbatasan, kami deklarasikan Belu Bebas Malaria di tahun 2023 untuk kejayaan Indonesia di bulan kemerdekaan Agustus 2022 sebuah agenda dicanangkan yaitu Napak tilas 77 tahun indonesia merdeka, Red belt road to integrated larva control and Mass Blood Survei (MBS) Malaria. Merdeka 77 tahun Indonesia !!

Penilaian Kelayakan Puskesmas Maukeli Kabupaten Nagekeo menuju puskesmas

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 43 tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, bahwa setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang baru dibangun harus mempunyai kode puskesmas. Untuk mendapatkan kode puskesmas maka kepala dinas kesehatan daerah kabupaten/kota harus mengajukan surat permohonan kepada menteri kesehatan dengan melampirkan persyaratan, yang meliputi: foto kopi izin operasional Puskesmas dan surat rekomendasi dari kepala dinas kesehatan daerah provinsi dan hasil pengisian formulir verifikasi dan penilaian kelayanan registrasi Puskesmas. Kemudian untuk mendapatkan surat rekomendasi registrasi puskesmas dari kepala dinas kesehatan provinsi, maka kepala dinas kesehatan daerah kabupaten mengajukan surat permohonan rekomendasi registrasi puskesmas kepada kepala dinas kesehatan provinsi dengan melampirkan; fotokopi izin operasional Puskesmas, Profil Puskesmas, laporan kegiatan bulanan puskesmas paling sedikit 3 (tiga) bulan terkahir, serta hasil penilaian kelayanan puskesmas.

Dinas Kesehatan Kabupaten Nagekeo dengan dukungan Dana Alokasi Umum (DAU) Bidang Kesehatan Tahun 2022 mengundang Tim Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT untuk melaksanakan penilaian kelayakan Puskesmas Maukeli. Hari pertama tim (Helena Gomes, S.Si.,Apt., Regina Tandi, S.KM., Vinelda Wetangterah, S.KM) berangkat dari kupang menuju Ende (20/07/2022) dengan pesawat wings air, tiba di Ende tim melanjutkan perjalanan dari Ende menuju Mbay dengan waktu 2 jam. Hari kedua (21/07/2022) Tim Provinsi bersama Tim Kabupaten menuju Puskesmas Maukeli, Perjalanan dari Mbay menuju Puskesmas Maukeli ditempuh dalam jangka waktu 2 jam 30 menit.

Penilaian kelayanan puskesmas atau yang biasa disebut visitasi puskesmas merupakan kegiatan kunjungan yang dilakukan untuk melihat secara langsung kesiapan Puskesmas Maukeli dalam hal pemenuhan Sarana, Prasarana dan Alat kesehatan serta Sumber Daya Manusia sesuai yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan nomor 43 tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Bertempat di Puskesmas Maukeli Desa Maukeli Kecamatan Mauponggo Kabupaten Nagekeo pada hari kamis (21/07/2022), Tim Provinsi dan Tim Kabupaten di terima oleh kepala Puskesmas beserta jajarannya dan dilanjutkan dengan mengunjungi tiap ruangan untuk melihat ketersediaan prasarana dan alat kesehatan. Selesai kunjungan di aula puskesmas, dilanjutkan dengan rapat yang dipimpin oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nagekeo, drg. Emerentiana R.Wahjuningsih, M.Hlth & Int.Dev dan pemaparan profil puskesmas tahun 2021 oleh Kepala Puskesmas Maukeli. Setelah coffe break, Helena Gomes, S.Si.,Apt, bersama tim dari Seksi Pelayanan Kesehatan Primer dan Kesehatan Tradisional Bidang Pelayanan Kesehatan, Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT, menyampaikan hasil verifikasi sellf assessment Puskesmas Maukeli yang telah diisi oleh Kepala Puskesmas dan staf. Selesai menyampaikan hasil verifikasi sellf assessment Puskesmas Maukeli bersama tim Dinas kesehatan Kabupaten Nagekeo menyusun rencana tindak lanjut perbaikan sellf assessment oleh seluruh petugas Puskesmas Maukeli. Pertemuan penilaian kelayanan puskesmas Maukeli ditutup oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nagekeo dengan harapan bahwa setelah Puskesmas Maukeli melakukan perbaikan pengisian self assessment hasilnya akan segera kirim ke Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT sebagai dokumen lampiran hasil penilaian kelayakan Puskesmas Maukeli untuk diberikan surat rekomendasi registrasi puskesmas oleh Kepala Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT. (Helena bersama Tim_Yankes)

Integrasi Lintas Program untuk mendukung Percepatan Peningkatan Indeks Keluarga Sehat Provinsi NTT

Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari Agenda ke-5 Nawa Cita, yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia. Sasaran dari Program Indonesia Sehat adalah meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan. Pendekatan keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. Puskesmas tidak hanya menyelenggarakan pelayanan kesehatan di dalam gedung, melainkan juga keluar gedung dengan mengunjungi keluarga di wilayah kerjanya. Dalam rangka pelaksanaaan Program Indonesia Sehat telah disepakati adanya 12 indikator utama untuk penanda status kesehatan sebuah keluarga. Berdasarkan indikator tersebut, dilakukan penghitungan Indeks Keluarga Sehat (IKS) dari setiap keluarga. Sedangkan keadaan masing-masing indikator, mencerminkan kondisi PHBS dari keluarga yang bersangkutan. Kedua belas indikator utama tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB)
  2. Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan
  3. Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap
  4. Bayi mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif
  5. Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan
  6. Penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar
  7. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur
  8. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan
  9. Anggota keluarga tidak ada yang merokok
  10. Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
  11. Keluarga mempunyai akses sarana air bersih
  12. Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat

Pendekatan keluarga merupakan salah satu kendaraan untuk mencapai Standar Pelayanan Minimal (SPM)  Kabupaten/Kota Bidang Kesehatan. Terdapat 7 Indikator Keluarga Sehat terkait dengan Pelayanan Dasar pada SPM, yaitu persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan, imunisasi dasar lengkap, Air Susu Ibu (ASI) eksklusif, pemantauan pertumbuhan balita, tuberkulosis paru, hipertensi, dan gangguan jiwa berat. Selain itu data hasil kunjungan keluarga dapat digunaan sebagai  sasaran rill untuk penghitungan kebutuhan pemenuhan pelayanan dasar.

PISPK di Provinsi NTT telah dilaksanakan sejak tahun 2017 dalam bentuk kunjungan keluarga untuk mendapatkan data dasar kesehatan keluarga berdasarkan profil kesehatan keluarga dan intervensi awal terhadap masalah kesehatan yang ditemukan. Setelah itu dilakukan penginputan data profil kesehatan keluarga pada Aplikasi Keluarga Sehat.  Data hasil inputan Aplikasi Keluarga Sehat tersebut kemudian dianalisa untuk ditentukan intervensi lanjut yang akan dilakukan terhadap permasalahan kesehatan yang ditemukan. Hingga Bulan Juni 2022, Indeks Keluarga Sehat (IKS) Provinsi NTT masih berkisar di angka 0,12 (tidak sehat). Karena IKS Provinsi NTT masih sangat rendah, diperlukanlah percepatan perubahan IKS. Salah satu upaya percepatan perubahan IKS adalah dengan melakukan Intervensi Lanjut Terintegrasi Lintas Program dengan berbasis hasil analisis data PISPK.

Dinas Kesehatan Provinsi NTT dengan dukungan Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik Bidang Kesehatan Tahun 2022 menyelenggarakan Rapat Koordinasi Analisis Hasil Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PISPK) Terintegrasi Lintas Program Tingkat Provinsi NTT. Kegiatan yang dilaksanakan setiap Bulan ini selain bertujuan untuk mendorong akselerasi intervensi lanjut terhadap hasil kunjungan keluarga secara terintegrasi lintas program dan lintas sektor di setiap tingkatan baik di Puskesmas maupun di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota juga dilakukan agar seluruh lintas program terkait yang ada di Lingkup Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT bersama-sama melakukan pemantauan dan pembinaan terhadap Kabupaten/Kota terkait pelaksanaan intervensi lanjut terintegrasi lintas program dan lintas sektor baik di Puskesmas Maupun di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk meningkatkan capaian program dan Indeks Keluarga Sehat. Rapat Bulan Juli 2022 yang diselenggarakan di Aula Fatumnasi Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT ini dihadiri oleh 25 orang peserta dari 31 orang yang diundang, yang berasal dari Pengelola Lintas Program terkait 12 Indikator PISPK. Pembicara pada pertemuan ini adalah Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Primer dan Kesehatan Tradisional Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT. Dari rapat bulan ini disimpulkan beberapa hal, diantaranya bahwa data PISPK ini merupakan data awal dimana data inilah yang dipakai oleh program terkait 12 indikator untuk melakukan intervensi lebih lanjut. Diharapkan setelah puskesmas sudah melakukan pendataan dan intervensi, Dinas Kesehatan Kabupaten dan juga Provinsi juga bisa melakukan kolaborasi atau integrasi untuk peningkatan capaian Program.


Penulis: Erlyn_Yankes

Tim Edited:

#PISPK

Pelatihan Lead Auditor Batch III

Pelatihan ini mengasah peserta untuk dapat meningkatkan:

Pengetahuan dasar tentang arti mutu dan Sistem Manajemen Mutu khususnya yang biasa dikenal sebagai SNI/ISO 9001 dan SNI/ISO 13485 Alat Medis serta hubungannya dengan CPAKB, CPPKRTB PMK 20/2017 dan CDAKB PMK 4/2014. Pengetahuan mendalam tentang pasal-pasal CPAKB, CPPKRTB dan CDAKB PMK 20/2017 dan CDAKB PMK 4/2014 serta rujukan PMK 14/2021. Pengetahuan mendalam tentang Teknik Auditdan bagaimana praktek menjadi PemimpinAudit(Lead Auditor sesuai kaidah GMP Audit danISO/SNI 19011:2018

Pengenalan ISO/SNI 9001/13485-2015 tentang Sistem Manajemen Mutu

Peserta diharapkan : Mengetahui gambaran sistem mutu dan persyaratan–persyaratan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2015;

Peserta mampu membangun dokumentasi;

Peserta mampu melakukan audit mutu ISO 9001 : 2015 Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2015;

Peraturan Menteri  Kesehatan Nomor 20 tahun 2017 tentang Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB)

CPAKB yaitu pedoman yang digunakan dalam rangkaian kegiatan pembuatan Alat Kesehatan dan pengendalian mutu yangbertujuan untuk menjamin agar produk alat kesehatan yang diproduksi memenuhi persyaratan yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya

Penerapan CPAKB meliputi : 1) Sistem manajemen mutu; 2). Tanggung jawab manajemen; 3) Pengelolaan sumber daya; 4) Realisasi produk; 5)Pengukuran, analisis dan perbaikan.

Permenkes No. 20 tentang Cara Pembuatan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yang Baik

Peraturan  Menteri  Kesehatan Nomor 4 tahun 2014 tentang Cara Distribusi  Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB)

Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik, yang selanjutnya disebut CDAKB, adalah pedoman yang digunakan dalam rangkaian kegiatan distribusi alat kesehatan dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk menjamin agar produk alat kesehatan yang diproduksi memenuhi persyaratan yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Manfaat penerapanya adalah Bukti kepatuhan terhadap persyaratan hukum dan peraturan; Meminimalkan dan mengelola risiko; Menekankan kompetensi;  Pencegahan kesalahan, bukan koreksi kesalahan; Peningkatan kualitas kinerja; Kepuasan pelanggan dan karyawan; Transparansi dan kejelasan proses internal; Penghematan waktu dan biaya; Menjadi sarana dalam mewujudkan kebijakan mutu dan tujuan perusahaan.

Audit Sistem Manajemen Mutu Metode ISO 19011:2018

Audit: adalah tindakan sistematis danterencana untuk menemukan bukti-bukti dan menyimpulkan sejauh mana kriteria audit telah terpenuhi

Tujuan Audit adalah untuk mengetahui sejauh mana kriteria audi ttelah dipatuhi; Identifikasi peluang-peluang perbaikan; Bahan masukan untuk tinjauan manajemen.

Materi pelatihan dapat di unduh dalam :https://drive.google.com/drive/folders/18p-BRn0HAhxi65kCFviYBXDdSYrk-QlF?usp=sharing


#Inasurat_yankes (Amelia Inawati Surat)

Bangga Menggunakan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Produk dalam Negeri

Pertemuan Pembahasan Kebijakan dan Teknis di Bidang Pra Pemasaran Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) dilaksanakan pada Tanggal 25 s/d 27 Juli 2022 di Hotel Novotel Golf and Convention Center Bogor, Jawa Barat.

Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Ibu Lucia Rizka Andalucia dalam sambutannya menyampaikan, Kementerian Kesehatan telah membuat kebijakan untuk mendorong ketahanan kefarmasian dan alat kesehatan, antara lain substitusi produk impor. “Jaminan suplai alat kesehatan dalam negeri perlu menjadi perhatian karena rumah sakit membutuhkan kepastian untuk dapat membeli produk alat kesehatan dalam negeri dan apakah produk tersedia dalam e-catalogue

Masih tingginya alat kesehatan impor pada pelayanan kesehatan di Indonesia harus diantisipasi dengan kebijakan yang mengatur belanja alat kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah. Selain itu, diperlukan juga peningkatan penggunaan alat kesehatan dalam negeri yang berbasis penelitian terapan dan pemanfaatan sumber daya dalam negeri, untuk mendukung penguatan daya saing industri alat kesehatan dalam negeri.

Kita bercita-cita mempunyai ketahanan di bidang kesehatan khususnya di bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui kemandirian di sektor kesehatan dari tahap Pre Market sampai pada Post Market.

Kolaborasi antara pelaku Industri/UMKM, pemerintah baik pusat maupun daerah sangat diperlukan untuk mendorong percepatan substitusi produk-produk alat kesehatan import menjadi produk-produk alat kesehatan di dalam negeri.

Kementerian Kesehatan telah berkomitmen untuk melakukan transformasi Sistem Kesehatan melalui  6 Pilar Transformasi penopang kesehatan Indonesia yang terdiri dari:

–          Transformasi Layanan Primer

–          Transformasi Layanan Rujukan

–          Transformasi Sistem Ketahanan Kesehatan (Meningkatkan ketahanan sektor farmasi & alat kesehatan)

–          Transformasi Sistem Pembiayaan Kesehatan

–          Transformasi SDM Kesehatan

–          Transformasi Teknologi Kesehatan

Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Koperasi dalam rangka Menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia pada Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Bapak Presiden Joko Widodo menekankan tidak ingin lagi adanya import alat Kesehatan yang teknologinya rendah, tidak ada lagi Fasilitas Kesehatan, RSUD, RSUP dan Rumah Sakit Vertikal yang membelanjakan anggarannya dengan produk import.

Inpres No. 2 Tahun 2022 juga terdapat beberapa penekanan:

  • Merencanakan, mengalokasikan, dan merealisasikan paling sedikit 40% nilai anggaran barang/jasa untuk menggunakan produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi dari hasil dalam negeri
  • Menggunakan produk dalam negeri yang memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) paling sedikit 25% apabila terdapat produk dalam negeri dengan penjumlahan nilai TKDN dan nilai bobot manfaat perusahaan minimal 40%
  • Memberikan preferensi harga dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemeritah untuk pemberlian produk dalam negeri yang memiliki nilai TKDN paling sediit 25% sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sangat banyak peraturan hyperregulation yang mengatur tentang perizinan untuk usaha setiap Kementerian memiliki pola/ kebijakan yang berbeda dalam mengatur perizinan usaha. Bapak Presiden Joko Widodo menekankan Pangkas perizinan berusaha, sederhanakan prosedur perizinan, Penerapan standar usaha dan Perlakuan khusus untuk usaha mikro dan kecil (UMK).

Saat ini, perlu menjadi perhatian Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang menyatakan produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikasi halal yang diimplementasikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal, di mana salah satunya adalah barang gunaan yang berasal dari dan/atau mengandung unsur hewan termasuk di dalamnya alat kesehatan dan PKRT. Dalam peraturan pemerintah ini, diatur juga mengenai waktu penahapan kewajiban bersertifikasi halal untuk alat kesehatan dan produk perbekalan kesehatan rumah tangga.

Bugar Dan Sehat Di Tempat Kerja

Aktifitas fisik merupakan salah satu unsur yang dapat mempengaruhi kebugaran tubuh seseorang karena kebugaran tubuh seseorang tidak dapat dinilai dari penampilan fisik saja, namun juga dari pola hidup, pola makan dan aktivitas fisiknya. Seseorang dapat  dikatakan bugar jika setelah bekerja, dia masih mampu melakukan aktivitas lain tanpa merasa kelelahan yang berlebihan. Untuk menjaga kebugaran karyawan/karyawati Perangkat Daerah Provinsi NTT dan Akademisi di Kupang, maka selama 2 (dua) minggu trakhir  (Akhir Juli – Awal Agustus), Dinas Kesehatan Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi Nusa Tenggara Timur melaksanakan kegiatan sosialisasi aktivitas Fisik pada 2 Universitas di Kupang (Politeknik Negeri Kupang dan Universitas Katholik Widya Mandira Kupang) dan 4 Instansi Pemerintah Povinsi NTT yaitu  Dinas Sosial Provinsi NTT,  Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi NTT dan Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (BAPPELITBANGDA) Provinsi NTT serta Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi NTT yang diikuti oleh 28 orang peserta pada setiap Instansi dan Perguruan Tinggi.. Sosialisasi Aktivitas Fisik sangat penting dilakukan sebagai bagian penting dari fokus kegiatan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) yang telah diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat yaitu melakukan aktivitas fisik, mengkonsumsi sayur dan buah serta melakukan pemeriksaan kesehatan berkala.  Aktifitas Fisik menjadi fokus utama karena saat ini, Indonesia sedang menghadapi tantangan besar yakni meningkatnya penyakit tidak menular (PTM) dan menurut WHO, salah satu faktor risiko utama dari meningkatnya jumlah penderita PTM di dunia adalah  ketidakaktifan fisik. Dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa 95,5% masyarakat Indonesia kurang mengonsumsi sayur dan buah dan 33,5% masyarakat kurang aktivitas fisik.  Kegiatan sosialisasi ini difasilitasi oleh Bidang Kesehatan Masyarakat, Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga, dengan menghadirkan Narasumber Dr. A. J. F Lumba, Spd., M.Pd yang merupakan guru besar bidang olahraga di Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang. Kegiatan sosialisasi ini memiliki beberapa tujuan yaitu tersosialisasinya konsep “beraktivitas fisik agar sehat dan bugar”; tersosialisasinya manfaat dan cara melakukan aktivitas fisik/latihan fisik dan olahraga yang baik, benar, terukur dan teratur serta.membudayakan aktivitas fisik dan olahraga sebagai kebiasaan setiap hari dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan pekerja. Kegiatan ini juga sekaligus memperkenalkan aplikasi SIPGAR (Sistem Informasi Pengukuran Kebugaran) dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang dapat dipergunakan secara mandiri dalam mengukur kebugaran. Sebagai bentuk sosialisasi GERMAS di instansi dan akademisi selain melakukan aktivitas fisik, peserta mengkonsumsi kudapan sehat berupa snack dan buah.  (Penulis: Istonia Waang)