Eliminasi Malaria dari Perbatasan Untuk Kejayaan Indonesia

Komitmen eliminasi malaria bergaung di Kabupaten Belu. Sebagai wilayah perbatasan antar negara dan etalase terdepan Indonesia, Kabupaten Belu menjadi wilayah strategis bagi  pagelaran keberhasilan penanganan penyebaran malaria di Timor Barat untuk tidak menjadi wilayah peng export kasus malaria ke negara Tetangga Timor leste.

Atas fasilitasi dari WHO, Kemènterian Kesehatan RI, Dinas Kesehatan Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT, Poltekkes Kemenkes Kupang, UNICEF-NTT dan Dinas Kesehatan Kabupaten Belu menggelar kegiatan Peningkatan Kapasitas Tenaga Surveiĺàns Malaria Bagi Kabupaten Perbatasan Timor Leste sejak tanggal 25-30 Juli 2022 di Hotel Setia-Atambua. Peserta kegiatan adalah Pengelola Program Malaria dan Sanitarian dari 13 puskesmas perbatasan serta Wilayah Kerja KKP Mota’ain dan Atapupu.

Target eliminasi malaria Kabupaten Belu tahun 2023 merupakan komitmen yang dikumandangkan oleh selùruh pegiat malaria di kabupaten ini. Tekad menjayakan Indonesia melalui perbatasan yang steril dari malaria, terutama kasus indigenous atau kasus lokal sedemikan menggemanya. Untuk itu perlu dibekali dengan berbagai upaya-upaya strategis dan tepat untuk mewujudkan target eliminasi ini. Adapun agenda peningkatan kapasitas surveilans malaria meliputi:

  1. Surveilans Migrasi Malaria
  2. Surveilans Entomologi Vektor Malaria
  3. Penyelidikan Epidemiologi 125 dan Studi Kasus Malaria
  4. Survey Kasus, Reseptifitas dan Pemetaan QGIS
  5. Praktik Lapangan ke Puskesmas Perbatasan dan Desa

Syarat utama eliminasi malaria adalah API <1 per seribu penduduk, SPR <5% dan tidak terdapat kasus indigenous selama 3 tahun berturut-turut. Situasi terkini kinerja program malaria di Kabupaten Belu, API dan SPR sudah mencapai target, tetapi kasus indigenous masih terjadi pada tahun 2020 sebanyak 6 kasus, oleh karenanya agenda eliminasi bergeser ke tahun 2023. Tahun 2022 lebih dari 500 orang pelaku perjalanan ke Kabupaten Belu telah di skrining malaria melalui Survey Migrasi dan ditemukan sebanyak 11 kasus positif impor dari Propinsi Papua dan Kabupaten  Malaka.

Berbagai upaya & program malaria strategis yang sedang berlangsung diantaranya : Tatalaksana Standar Kasus Malaria, Peyelidikan Epidemiologi 125, Survey Migrasi bersama Wilayah Kerja KKP Mota’ain dan Atapupu, Survey Reseptifitas dan Penanggulangan Vektor serta Pembagian Kelambu.

Bonus percepatan eliminasi malaria Belu di tahun 2022, mungkinkah? Dalam diskusi yang dipandu oleh expert malaria nasional Dr. Lukman Hakim, ditemukan bahwasanya 6 kasus malaria indigenous yang dilaporkan di tahun 2020 adalah kasus yang masih “diragukan” karena kurang akuratnya data hasil investigasi. Karena itu, rekomendasi esensial yang harus dilakukan adalah investigasi ulang secara epidemiologi yang mendalam untuk penegakkan klasifikasi

kasus tersebut. Investigasi ini diharapkan akan memberikan hasil klasifikasi kasus yang sesungguhnya, terkategori Indigenous/import/relaps.

Fakta lapangan hasil investigas/PE retrospektif terhadap 6 kasus yang dilaporkan oleh tim/peserta pelatihan diperoleh berbagai dukung untuk memperkuat hasil penegakan diagnosis terdahulu dengan simpulan sebagai berikut : 3 Kasus Import dan 3 Kasus Indigenous (1 Kasus False Positif dikarenakan ada riwayat penyakit DBD disaat yang bersamaan dan kasus terakhir di bulan september 2020). Adapun syarat eliminasi di suatu wilayah adalah bebas penularan setempat atau kasus indigenous selama 3 tahun berturut-turut. Oleh karenya agenda eliminasi kabupaten Belu tidak dapat dimajukan karena ditemukannya kasus indigenous terakhir pada bulan september 2020 (Bonus eliminasi belum tergapai).

Atas situasi tersebut di atas dan sebagai output dari kegiatan ini maka beberapa kegiatan  perlu terus diintensifkan dan dioptimalkan oleh seluruh jajaran otoritas kesehatan di Kabupaten  Belu demi menjaga wilayah dan masyarakatnya agar dapat terbebas dari belenggu malaria dan tidak distigmatisasi sebagai wilayah peng export malaria ke negara tetangga. Oleh karenanya  berbagai strategi dan  metode  yang  telah diyakini dapat mengendalikan malaria dari hulu ke hilir  yang akan di jalankan adalah :

  1. Kolaborasi antar stakeholder dalam upaya pencegahan penularan kembali malaria.
  2. Pengendalian vektor melalui kemitraan dan pelibatan masyarakat dalam pengendalian dan rekayasa lingkungan.
  3. Pemantauan dan pengendalian jentik nyamuk anopheles (survailanse vektor) secara terus menerus untuk memimimalisir faktor resiko penular malaria.
  4. Pemetaan fokus, penguatan tatalaksana malaria dan jejaringnya untuk  wilayah reseptif tinggi dan daerah vulnerable malaria.
  5. Upaya 3T (Testing, penguatan diagnostic dan penjaminan mutu laboratorium dengan gold standart testing adalah mikroskopis, Tracing minimal menjangkau 25 orang kontak erat, dan Treatment sesuai standart tatalaksana malaria yang wajib diikuti dengan pemantauan ketat kepatuhan minum obat malaria (OAM).
  6. Survey migrasi terhadap semua pelintas batas dan dari/ke daerah endemis malaria.
  7. Pemberdayaan dan pelibatan kader secara terbatas dalam upaya perluasan akses intervensi dan layanan malaria.
  8. Promosi kesehatan dalam kerangka pemberdayaan dan penggerakan masyarakat dalam upaya eliminasi malaria.
  9. Upaya dan peningkatan kerja sama lintas batas dengan kabupaten maupun negara perbatasan. Dalam konteks notivikasi kasus antar kabupaten maupun negara tetangga guna respon cepat.
       Selamat bekerja, songsong eliminasi malaria Kabupaten Belu di tahun 2023. Dari perbatasan, kami deklarasikan Belu Bebas Malaria di tahun 2023 untuk kejayaan Indonesia di bulan kemerdekaan Agustus 2022 sebuah agenda dicanangkan yaitu Napak tilas 77 tahun indonesia merdeka, Red belt road to integrated larva control and Mass Blood Survei (MBS) Malaria. Merdeka 77 tahun Indonesia !!
1 reply

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *