Kiprah Nusantara Sehata di Bumi Flobamora

Kementerian Kesehatan berperan serta dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui agenda prioritas Kabinet Kerja atau yang kita kenal dengan Nawa Cita. Yakni Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara. Program Nusantara Sehat (NS) merupakan upaya kesehatan dari kementerian kesehatan RI yang terintegrasi mencakup aspek preventif, promotif, dan kuratif melalui penugasan khusus tenaga kesehatan baik berbasis tim (NS Tim)  atau Nusantara Sehat  individu ( NSI) dengan jumlah dan jenis tertentu guna meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan pada fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat pertama (puskesmas), baik di Daerah Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan (DTKP) serta daerah Bermasalah Kesehatan (DBK) yang memiliki keterbatasan tenaga kesehatan.

Program ini bertujuan mewujudkan layanan kesehatan primer yang fokus pada upaya promotif dan preventif dengan harapan dapat dijangkau oleh setiap anggota masyarakat, terutama oleh mereka yang berada di wilayah-wilayah terpencil di berbagai pelosok Nusantara.

Peserta program NS ini adalah para tenaga profesional kesehatan dengan latar belakang medis seperti dokter, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, ahli teknologi laboratorium medik (ATLM), tenaga gizi, dan tenaga kefarmasian yang ditempatkan di puskesmas Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) serta Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK) di seluruh wilayah Indonesia selama 2 (dua) tahun yang terdiri dari Tim Nusantara Sehat Individu dan Tim Nusantara Sehat Team.

Keberadaan tenaga NS dipuskesmas tidak terlepas dari kerja keras teman-teman dikabupaten, provinsi serta Kementerian Kesehatan RI. Adapun mekanisme yakni pihak kabupaten dan provinsi melakukan pengusulan formasi ke kementerian Kesehatan melalui aplikasi NS, verifikasi dan serta validasi data. Validasi data dilakukan melalui aplikasi SISDMK (Sistem Infomasi Sumbe Daya Manusia Kesehatan) dan aplikasi RENBUT (Rencana Kebutuhan). Tahapan selanjutnya adalah proses desk formasi yang diikuti oleh pihak kabupaten dan provinsi pengusul. Pada kegiatan desk ini, peserta membawa semua kelengkapan yang telah di upload dalam aplikasi nusantarasehat.kemkes.go.id. Setelah itu Kementrian Kesehatan RI akan membuka formasi pelamar baik NS Tim maupun NS Individu . Selanjutnya peserta yang lolos seleksi akan mengikuti tahapan seleksi dan pembekalan sebelum ditempatkan di puskesmas. Untuk diketahui penempatan NS Tim langsung dari Kementerian Kesehatan, sedangkan NS Individu, pelamar sendiri dapat memilih lokus puskesmas. Semua pembiayaan program Nusantara Sehat bersumber dari DIPA Kemeterian Kesehatan.

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan kondisi kepulaun yang memiliki 22 Kabupaten/Kota dengan karakteristik dan topografi yang berbeda-beda sangat berpengaruh pada pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Selain itu jumlah, jenis dan kualitas  tenaga Kesehatan yang ada di NTT yang terbilang masih kurang. Disamping karena keterbatasan anggaran di masing-masing daerah (kabupaten) dalam mengakomodir tenaga yang bekerja di pelayanan kesehatan baik di Puskesmas mapun RS. Maka Program Nusantara Sehat Indonesia hadir membawa angin segar dalam menjawab persoalan pelayanan yang belum optimal dan bermutu akibat kekurangan tenaga kesehatan di Provinsi NTT khusus puskesmas kategori pedesaan, terpencil dan sangat terpencil serta bermasalah kesehatannya.

Dari target indikator Persentase 9 Nakes Standar di puskesmas berdasarkan Renstra  Provinsi NTT tahun 2022 yakni 74,20 % . Sedangkan  kondisi bulan Juli 2022 indikator ini sudah mencapai 22,82%. Jumlah tenaga Nusantara sehat hingga saat ini, tercatat 372 orang yang sedang melaksanakan penugasan di 21 kabupaten, 164 puskesmas. Baik itu NS Tim maupun NS Individu. Sedangkan untuk Tahun 2022 yang tiba Provinsi NTT sebanyak 124 orang. Ditempatkan di 12 kabupaten, 47 puskesmas yang terdiri dari 108 tenaga NS Individu dan 7 tenaga NS Tim. Tentunya Kehadiran Program Nusantara Sehat ini selain meningkatkan pelayanan dimasyarakat juga mendongkrak indikator tersebut.

Adapun kegiatan yang dilaksanakan setiap hari oleh tenaga NS dipuskesmas baik dalam gedung maupun luar gedung sesuai dengan profesi masing- masing. Selain itu ada juga pemberdayaan masyarakat dan inovasi yang dikembangkan berkaitan dengan permasalahan dilapangan, dengan memanfaatkan  potensi yang ada. Dimana keberhasilan program maupun inovasi  ini tentunya  membutuhkan dukungan dari Kemeterian Kesehatan RI, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten dalam melakukan perannya baik evaluasi dan monitoring. Juga Kepala puskesmas, teman sejawat/lintas program,tokoh agama, LSM dan lintas sektor yang ada.

Senin, 1 Agustus 2022 bertempat di Swiss Bellcout Hotel,dilaksanakan serah terima peserta Nusantara Sehat Periode II sebanyak 21 orang yang akan didayagunakan di 3 kabupaten. Antara lain kabupaten Manggarai Barat sebanyak 3 orang, Kabupaten Sumba Timur sebanyak 9 orang dan Kabupaten  Sumba Barat sebanyak 9 orang. Semua tenaga akan didayagunakan di 9 puskesmas di 3 kabupaten lokus.

Semoga keberadaan peserta Nuantara Sehat ini dapat memberikan pelayanan Kesehatan yang maksimal bagi peningkatan derajat kehidupan masyarakat setinggi-tingginya sesuai dengan amanat undang-undang. (Wilan0505)

Pemberian Makan Bayi Dan Anak Sebagai Salah Satu Upaya Percepatan Penurunan Stunting Di Kabupaten Ende

Kegiatan Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) merupakan salah satu upaya dalam mengatasi stunting secara  spesifik yang ruang lingkupnya antara lain adalah  gizi ibu hamil,  gizi ibu menyusui, Inisiasi Menyusu Dini (IMD), ASI Eksklusif, Makanan Pendamping-ASI dan lanjutkan ASI sampai 2 tahun atau lebih.   1000 Hari Pertama Kehidupan merupakan waktu yang paling tepat dalam mengatasi masalah stunting secara dini

Kegiatan ini berupa pelatihan kepada petugas kesehatan yang dilakukan selama 4 hari efektif dengan  materi inti  antara lain Materi Inti 1 ; Konsep PMBA ; Materi Inti 2 : Pemberian ASI; Materi inti 3 : Pemberian Makan pada Ibu Hamil, Menyusui dan MP-ASI pada anak baduta usia mulai 6 bulan s.d 24 bulan karena usia ini merupakan “Periode Emas” untuk mencegah stunting; Materi Inti 4 : Pemantauan Pertumbuhan;  Materi Inti 5 : Gizi dan Kesehatan Ibu serta Materi Inti 6 : Rujukan Anak Sakit ke Faskes yang tiap-tiap materi berisi teori dan praktek sehingga peserta diharapkan tidak hanya meningkat pengetahuannya tapi ketrampilannya juga semakin baik dan mampu menerapkan kepada sasaran yang ada di wilayah kerja masing-masing.

Pelatihan PMBA ini dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Ende pada tanggal 25 s/d 29 Juli 2022 di Hotel Satarmese Ende, dengan peserta adalah petugas gizi dari 16 puskesmas yang ada di Kabupaten Ende dan semua peserta dapat menyelesaikan semua proses pelatihan dengan baik terbukti dari peningkatan pemahaman materi yang diberikan  dengan nilai pre test dari rata-rata 75 meningkat menjadi 88 setelah post test dan ada peserta yang berhasil mendapat nilai 100.

Diharapkan dengan telah terlatihnya petugas gizi di 16 puskesmas di Kabupaten Ende ini semua sasaran 1000 HPK dapat didampingi dengan baik terutama dalam hal pemberian makan yang mengandung 4 bintang yang terdiri makanan pokok, lauk nabati dan kacang-kacangan, lauk hewani yang mengandung zat besi dan sayur buah yang kaya vitamin A, sehingga dapat menurunkan angka stunting di Kabupaten Ende dari  12,6 %  saat ini  turun menjadi 10 % atau 1 digit dibawahnya  pada tahun 2023.


# 1000 HPK

# stunting

#baduta

#IMD

Pengembangan Aplikasi Online Kesehatan Ibu dan Anak mendapat sambutan luar biasa dari pengelola program di Puskesmas dan Rumah Sakit

Kegiatan orientasi yang dilaksanakan di aula hotel Sumba Sejahtera pada tanggal 27-28 Juli 2022, diawali dengan pembukaan dan laporan oleh panitia pelaksana. Rangkaian sambutan di awal orientasi ini diakhiri dengan arahan dan pembukaan  kegiatan secara resmi oleh Ibu Magdalena Koni –  Kasie Kesga Gizi Kab Sumba Barat Daya. Secara singkat dalam arahannya bahwa Strategi penguatan dengan peningkatan sistem kesehatan melalui audit maternal neonatal dan penetapan sistem rujukan dan pelayanan kesehatan. Di tahun 2021 telah dipaparkan sistem MPDN, e-kohort dan SIMATNEO karena semua puskesmas dan rumah sakit diharuskan untuk memanfaatkan sistem pelaporan KIA melalui aplikasi ini. Pengelola Aplikasi di Kabupaten Sumba Barat Daya berkomitmen untuk menyebarkan informasi ke semua nakes puskesmas di wilayah masing-masing. Besar harapan agar kegiatan ini bisa meningkatkan kemampuan pengelola data dan bidan/perawat dalam meningkatkan pelayanan yang tujuannya utk menurunkan AKI/AKB di Kabupaten Sumba Barat Daya.

Materi I disampaikan oleh Tim Provinsi mengenai Sistem Pencatatan dan Pelaporan Program KIA Terintegrasi Berbasis Aplikasi. Dalam penyampaiannya mendasari masih tingginya AKI dan AKB di NTT dan masih terdapat perbedaan jumlah berdasarkan laporan program dan survey/riset (SDKI dan Riskesdas). Oleh karena itu, perlu dikuatkan system pencatatan dan pelaporan secara berjenjang mulai dari Bidan di desa sampai ke manajemen Dinas Kesehatan Kabupaten yang dikelola oleh tenaga yang berkompoten dan bertanggungjawab berbasis aplikasi secara valid dan akurat.

Materi II tentang Konsep e-Kohort dilanjutkan dengan diskusi. Selanjutnya pelaksanaan praktikum e-Kohort untuk entri data ibu dan BBL dan e-Kohort untuk jampersal dan Analisa Puskesmas selanjutnya diakihiri dengan Praktik Analisa Data e-Kohort untuk user role Dinkes.

Materi III peserta diperkenalkan dengan konsep MPDN oleh Tim Provinsi, dilanjutkan dngan Praktikum MPDN untuk notifikasi kematian dan entri laporan. Selanjutnya praktikum MPDN role Dinkes untuk verifikasi, penyiapan pengkajian, Analisa dan rekap penggunaan MPDN, lalu simulasi MPDN role tim pengkaji untuk mengisi rekomendasi.

Materi IV tentang Konsep SIMATNEO yang disampaikan oleh tim Provinsi berupa penyampaian materi dan diskusi lalu dilanjutkan dengan simulasi penggunaan aplikasi SIMATNEO bagi seluruh peserta.

Kegiatan ini diakhiri dengan Rencana Tindak Lanjut dari masing-masing puskesmas dan Rumah Sakit sebagai bentuk komitmen dari peserta yang telah dibekali dengan pengetahuan maupun praktik aplikasi pencatatan dan pelaporan Kesehatan Ibu dan Anak agar dapat kembali ke wilayah masing-masing dan mensosialisasikannya dan menerapkan ke teman-teman pengelola program di puskesmas dan rumah sakit.


#orientasi

#mpdn#simatneo#e-kohort


Penulis : Maria Fatrin

Editor   : Tim Web

Penghapusan Alkes Bermerkuri Provinsi NTT Menembus Target Nasional

Merkuri atau disebut sebagai air raksa merupakan logam berat berbahaya dan beracun yang dalam konsentrasi kecilpun dapat bersifat racun bagi mahluk hidup termasuk manusia, sehingga perlu diatur penggunaannya oleh Pemerintah melalui berbagai regulasi atau peraturan untuk membatasi penggunaannya dan meminimalisasi terjadinya risiko pada lingkungan hidup terutama manusia.

Merkuri banyak digunakan dalam berbagai bidang diantaranya yang paling sering digunakan adalah kegiatan Penambangan Emas Skala Kecil (PESK) dimana merkuri digunakan untuk mengikat emas. Dalam bidang kesehatan merkuri juga digunakan dalam beberapa alat kesehatan  diantaranya dalam Thermometer untuk membaca suhu tubuh; Tensimeter untuk mengetahui tekanan darah dan Amalgam gigi yang digunakan sebagai media untuk tambalan gigi berlubang.

Terdapat tiga bentuk pajanan merkuri bagi kesehatan manusia yaitu jika menghirup udara yang terkontaminasi Hg, kontak langsung Hg dan mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi Hg. Akibat pajanan akut dapat menimbulkan kerusakan paru-paru, gangguan pencernaan, gangguan fungsi ginjal,gangguan dan kerusakan kulit (ruam dan pelepasan kulit) sedangkan Pajanan kronis : kerusakan ginjal, kerusakan syaraf pusat seperti : cacat mental, buta, cerebral palsy, gangguan system imunitas, gangguan pertumbuhan dan kerusakan otak. Dampak terhadap janin dapat menimbulkan kerusakan otak, cacat mental, tidak ada koordinasi gerakan, kejang, tidak dapat berbicara dan mengalami kekacauan bahasa, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, system pencernaan terganggu, fungsi ginjal terganggu dan mengalami gangguan pertumbuhan.

Kejadian akibat pajanan merkuri ini pernah terjadi  di teluk Minamata Jepang Tahun 1932 akibat pembuangan limbah B3 Industri berbahan merkuri di perairan tersebut. Tragedi ini disebut Tragedi Minamata Jepang yang kemudian dijadikan momentum untuk menghentikan penggunaan merkuri diseluruh dunia yang berdampak pada kesehatan manusia.

Tahun 2019 melalui Peraturan Presiden nomor : 21 tahun 2019 tentang rencana aksi nasional dan rencana aksi daerah penghapusan dan pengurangan merkuri serta peraturan menteri kesehatan nomor 41 tahun 2019 tentang penghapusan dan penarikan alat kesehatan bermerkuri telah ditetapkan target untuk bidang kesehatan harus melakukan penghapusan dan pengurangan pengunaan alat kesehatan bermerkuri sebanyak 100%.

Sejak tahun 2020 Pemerintah Provinsi NTT, melalui Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil telah merespon dan melakukan berbagai upaya dan respon Pemerintah Provinsi  NTT terhadap mandat Presiden ini kemudian di tindaklanjuti dengan melakukan koordinasi dan sosialisasi kepada fasyankes untuk segera melakukan inventarisasi alat kesehatan bermerkuri, melakukan pelaporan alat kesehatan bermerkuri yang ada difasyankesnya, melakukan penarikkan alat kesehatan bermerkuri dengan melakukan pergantian alat kesehatan merkuri dengan bahan yang lebih ramah lingkungan salah satunya alat kesehatan digital dan mengajukan surat pernyataan tidak meggunakkan alat kesehatan bermerkuri kepada direktur fasyankes ke Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Dari hasil pelaporan yang disampaikan secara online maupun offline menggunakan aplikasi Borang Alat Kesehatan  Bermerkuri, awal Tahun 2022 akhirnya Provinsi NTT telah melampaui target Nasional, dimana sebesar 33,2% fasyankes di Provinsi NTT telah melakukan inventarisasi, pelaporan dan penarikan Alkes bermerkuri di masing-masing fasyankes. Ini sudah melampaui target nasional tahun 2022 yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sebesar 32,0 %. Pencapaian yang baik ini diharapkan dapat bertambah dan mencapai tujuan akhir yaitu stop penggunaan alat kesehatan bermerkuri di seluruh fasyankes yang ada di Provinsi NTT.

Berdasarkan data pencapaian tersebut maka pemerintah daerah akan memberikan penghargaan pada fasyankes berupa piagam sebagai bentuk apresiasi terhadap fasyankes yang peduli dan tanggap terhadap risiko dan dampak kesehatan dan keselamatan mahluk hidup akibat pajanan merkuri. #alkesbermerkuri #merkuri/airraksa #limbahB3 (Penulis : Ermelinda )

Rapat Kerja Percepatan Penurunan Stunting untuk 12 Provinsi Prioritas

Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, yang secara Nasional dari tujuh provinsi angka prevalensi tertinggi adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur sehingga komitmen dari Pemerintah Nusa Tenggara Timur menetapkan salah 1 dari 3 STRATEGI “QUICK WINS” pada peiode 2019-2023 adalah PENCEGAHAN & PENANGANAN STUNTING.

Permasalahan Stunting merupakan kebijakan Nasional dengan terbitnya Perpres Nomor 72 tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting, menjadi dasar hukum pelaksanaan program yang harus juga diimplentasikan oleh Pemerintah Povinsi, Kabupaten/Kota dan Stake Holder terkait.

Penanandatangan Perpres oleh Presiden pada 5 Agustus 2021 dengan kondisi angka prevalensi stunting di Indonesia masih tercatat sebesar 24,4 % dan Pemerintah menargetkan percepatan penurunan stunting sebagai program prioritas sebesar 14 % pada tahun 2024 sehingga masih tersisa yang harus dikejar sebesar 10,4 % dari target Nasional. Sehubungan dengan hal tesebut maka dalam rangka evaluasi pencapaian kinerja tahunan Kementrian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat Wakil Presiden mengundang melalui Surat Nomor : B 25/KSN/SWP/KK 04.01/07/2022 tanggal 29 Juli 2022 Perihal Undangan Rapat Kepada Pejabat terkait Termasuk Gubenur Nusa Tenggara Timur. Menindaklanjuti Undangan rapat tersebut Gubernur Nusa Tenggara Timur menugaskan Staf Khusus Gubernur Bidang Kesehatan (dr.Stefanus Bria Seran,MPH) untuk mewakili dengan didampingi oleh Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi Nusa Tenggara Timur (Ir. Hendrik M/ Kabid Dukcapil).

Rapat Kerja Percepatan Penurunan Stunting dengan 12 Provinsi prioritas dilaksanakan Kamis, 4 Agustus 2022 di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan Nomor 6 Dokumentasi Sekretariat Wapres Jakarta yang dipimpin Wakil Presiden Bapak KH Ma’ruf Amin, Selaku Ketua Pengarah Tim Pecepatan Penurunan Stunting (TP2S) Pusat yang dihadiri Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, serta Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Hasto Wardoyo dan hadir juga beberapa kepala daerah yang di antaranya, Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, Gubernur Aceh Achmad Marzuki, Pj. Gubernur Banten al-Muktabar, Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum, Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen, dan Wakil Gubenur Jawa Timur Emil Dardak

Dalam pertemuan tersebuti Bapak Wakil Presiden mengeluarkan tujuh arahan kepada 12 Gubernur dari 7 provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi, yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT) 37,8 persen, Sulawesi Barat 33,8 persen, Aceh 33,2 persen, Nusa Tenggara Barat (NTB) 31,4 persen, Sulawesi Tenggara 30,2 persen, Kalimantan Selatan 30,0 persen, dan Kalimantan Barat 29,8 persen serta juga kepada 5 provinsi dengan jumlah Balita stunting terbesar, yaitu Jawa Barat 971.792, Jawa Tengah 651.708, Jawa Timur 508.618, Sumatera Utara 347.437, dan Banten 268.158.

Ketujuh arahan tersebut yang harus mendapat perhatian dari 12 Gubernur adalah pertama, Wapres meminta agar praktik baik terus dilanjutkan dan diperluas cakupannya. “Saya juga minta agar para Gubernur untuk fokus pada intervensi spesifik dan sensitif yang masih rendah cakupannya. Berdasarkan data tingkat nasional, intervensi yang perlu mendapatkan perhatian adalah peningkatan kepemilikan jaminan kesehatan terutama untuk keluarga miskin, penggunaan alat KB modern, konsumsi TTD (Tablet Tambah Darah), dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yang kesemuanya mempunyai pengaruh besar dalam penurunan prevalensi stunting,

Ketujuh arahan tersebut yang harus mendapat perhatian dari 12 Gubernur adalah pertama, Wapres meminta agar praktik baik terus dilanjutkan dan diperluas cakupannya. “Saya juga minta agar para Gubernur untuk fokus pada intervensi spesifik dan sensitif yang masih rendah cakupannya. Berdasarkan data tingkat nasional, intervensi yang perlu mendapatkan perhatian adalah peningkatan kepemilikan jaminan kesehatan terutama untuk keluarga miskin, penggunaan alat KB modern, konsumsi TTD (Tablet Tambah Darah), dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yang kesemuanya mempunyai pengaruh besar dalam penurunan prevalensi stunting,

Ketiga, Wapres meminta agar anggaran yang sudah dialokasikan baik melalui kementerian/lembaga, maupun melalui Transfer ke Daerah khususnya Dana Alokasi Khusus dan Dana Desa, termasuk yang bersumber dari APBD dan APBDesa, untuk dimanfaatkan secara optimal guna mendukung percepatan penurunan stunting.

Keempat, Wapres meminta agar program dan kegiatan yang sudah direncanakan dan dianggarkan, disampaikan secara terbuka kepada masyarakat. “Sehingga masyarakat bisa mengetahui apa saja yang sudah direncanakan, besaran anggaran dan bagaimana hasilnya, yang diperlukan sebagai bagian dari pertanggungjawaban kepada masyarakat, sehingga pengelolaannya menjadi transparan, akuntabel dan sekaligus dapat mendorong masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam penurunan stunting,

Kelima, Wapres meminta terkait dengan pelaksanaan di lapangan, Tim Pendamping Keluarga (TPK) di seluruh desa/kelurahan perlu didorong untuk bersinergi dengan Kader Pembangunan Manusia (KPM) dan Kader Posyandu. “Karena upaya percepatan penurunan stunting memerlukan konvergensi antarprogram dan antarpelaku. Saya juga meminta para Gubernur untuk memberikan dukungan dan fasilitasi kepada TPK, KPM, dan Kader Posyandu agar dapat bekerja lebih baik,” jelasnya,

Keenam, Wapres meminta adanya perbaikan kualitas data mulai dari tingkat lapangan, seperti melalui perbaikan dan melengkapi peralatan pemantauan tumbuh kembang anak di setiap Posyandu, dan penguatan tenaga pendamping lapangan dalam melakukan pemantauan pertumbuhan agar kemampuannya menjadi lebih baik sehingga hasil pengukuran dan pengelolaan data menjadi lebih akurat. “Selain itu, perbaikan terkait data juga harus dilakukan melalui pengintegrasian berbagai sistem pendataan dan pelaporan yang saat ini tersedia di berbagai kementerian/lembaga, untuk dapat dimanfaatkan dalam perencanaan, penganggaran, pemantauan dan evaluasi di tingkat desa/kelurahan, kabupaten/kota, provinsi hingga pusat,”

Ketujuh, pemerintah daerah perlu bekerjasama dan bermitra dengan lembaga non-pemerintah, baik dari perguruan tinggi dan lembaga riset, kalangan swasta dan filantrofi, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat maupun lembaga mitra pembangunan, dalam pelaksanaan percepatan penurunan stunting di daerahnya masing-masing. Rapat di tutup pada jam 14.30 WIB, Demikian Laporan menghadiri Rapat Kerja percepatan penurunan stunting untuk 12 Provinsi Prioritas di Jakarta. (Sumber : Setwapres)

KELUARGA BERKUALITAS SADAR UKUR LILA

Kegiatan launching Lila keluarga  se Provinsi NTT   dibuka oleh Sekda Provinsi NTT pada tanggal 19 Juli 2022 di hotel Neo Aston  Kupang  didampingi oleh Kepala Perwakilan Unicef Provinsi NTT & NTB dan Kabid PPM (Pemerintah dan Pembangunan Manusia)  Bappelitbangda Provinsi NTT,yang dihadiri oleh 106 peserta yang terdiri dari Kepala Dinas kesehatan  Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi,Kabupaten  dan Kota Kupang,BKKBN Provinsi Kabupaten dan Kota Kupang,Sosial Provinsi,Kabupaten dan kota kupang,Kominfo Provinsi , kota dan kabupaten kupang,PMD provinsi kabupaten dan kota kupang,DP3A kota dan Kabupaten kupang, dan Ketua Tim Penggerak PKK Propinsi NTT melalui daring.organisasi profesi,tokoh agama dan Kapus serta TGP dari2 Puskesmas kota dan kabupaten Kupang,LSM,RRI,Bank NTT, Camat 2 Kecamatan Kota dan Kabupaten Kupang, serta Kepala desa/Lurah masing-masing 2 desa/kel kabupaten dan kota kupang.

Dalam mendukung upaya Pemerintah Provinsi NTT menangani masalah gizi buruk pada balta, Unicef bekerjasama dengan Pemerintah daerah Provinsi NTT telah melaksanakan program Pengelolaan Gizi Buruk Terintegrasi (PGBT) sejak bulan oktober 2015 di kabupaten kupang. Pada tahun 2018-2019,dalam mendukung salah satu dari tiga prioritas pembangunan daerah,quick wins Gubernur NTT,yaitu pencegahan dan penanganan stunting,maka program PGBT diperluas ke 10 kabupaten di Provinsi NTT, Pada tahun yang sama ,PGBT diperluas di 22 Kabupaten/Kota termasuk melalui program desa model PKK provinsi NTT.Program ini merupakan suatu pendekatan pencegahan dan tatalaksana gizi buruk yang terdiri dari 4 komponen, yaitu mobilisasi masyarakat, tata laksana gizi buruk tanpa komplikasi medis di layanan rawat jalan,tatalaksana gizi buruk dengan komplikasi  medis di layanan rawat inap dan pemberian konseling dan atau makanan tambahan untuk balita gizi kurang. Hasil dari berbagai studi termasuk di provinsi NTT pada tahun 2020 menunjukan bahwa melalui pelaksanaan  LILA keluarga, orang tua, pengasuh atau anggota keluarga terlatih mampu melakukan pengukuran LILA balita dengan kualitas pengukuran sama baiknya dengan hasil pengukuran kader yang terlatih, demikian juga, proporsi konfirmasi  ke puskesmas lebih tinggi untuk anak-anak yang diukur LILA oleh pengasuh

Dalam kegiatan ini juga ada pemaparan materi oleh Dinkes Dukcapil Provinsi NTT dan Unicef Jakarta, dan Rodshow dukungan OPD terkait pencegahan dan tata laksana wasting

Arahan Bapak Sekda NTT menitikberatkan pada launching pita LILA dilaksanakan untuk membangun komitmen dan pemahaman bersama sehingga penggunaan LILA  keluarga diharapka sebagai upaya deteksi dini rujukan dan perawatan terhadap kasus wasting,sehingga upaya pencegahan stunting bisa berjalan dengan baikl dan dilaksanakan secara efisien dan efektif. Dengan harapan upaya penurunan stunting ke depan dapat berhasil semaksimal mungkin.

Pada kegiatan talkshow dibahas tentang rencana Tindak lanjut dari OPD dalam mendukung penggunaan PITA LILA keluarga dalam upaya percepatan penurunan stunting mencapai 10 % tahun 2023,antara lain :

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak ( DP3A) Provinsi

  1. Program Peningkatan Kualitas Keluarga
  •   Kolaborasi  peningkatan Ketahanan Keluarga dengan mahasiswa KKN
  •   Work Shop kelas ayah ASI
  1. Program Pemenuhan Hak Anak
  •   Membentuk Kabupaten/ Kota layak anak
  •   Forum anak
  1. Program Pemberdayaan Perempuan
  •  Kolaborasi dengan kelompok Perempuan potensial dengan lila kurang

BKKBN Provinsi NTT

  1. Pemberdayaan tim pendamping keluarga (TPK) agar memiliki pemahaman dan ketrampilan dalam melakukan edukasi tentang lila keluarga kepada keluarga beresiko stunting dan keluarga beresiko stunting
  2. Edukasi keluarga kepada kelompok sasaran melalui kegiatan Pro PN 1000 HPK di setiap kabupaten/desa
  3. Materi tentang Lila keluarga akan diinsert ke dalam kegiatan pelatihan teknis pada tahun 2023

Dinkes Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT

  1. Pelatihan Tatalaksanan gizi buruk bagi tim tenaga kesehatan di puskesmas sebanyak 7 angkatan
  2. Pemberian PMT lokal tinggi protein di 5 kabupaten dan dukungan

penyediaan  PMT-P biscuit sebagai bufferstock di 22 kabupaten/kota

bagi sasaran anak gizi kurang

Tahun 2023

  • Usulan anggaran untuk pelatihan tatalaksana gizi buruk bagi tim tenaga kesehatan di puskesmas sebanyak 10 angkatan

#LILA #LINGKARLENGARATAS #keluarga

Supervisi Fasilitasi sebagai Perbaikan Mutu Layanan Maternal Neonatal di Puskesmas

Kegiatan Supervisi Fasilitatif (SUFAS) di kabupaten manggarai Barat dan Manggarai tanggal 17-20 Juli 2022. Kegiatan di masing-masing kabupaten di awali dengan melapor diri ke kepala Dinas Kesehatan Kabupaten, kemuadian bersama tim kabupaten menuju puskesmas. Kegiatan SUFAS merupakan salah satu  dari berbagai stategi yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan angka kematian  ibu dan bayi dengan perbaikan mutu pelayanan kesehatan ibu dan bayi yang sesuai standa di tingkat puskesmas. Banyak pelayanan kesehatan ibu dan bayi di tingkat puskesmas yang sudah dilakukan dengan baik namun belum ‘benar’ karena tidak semua pelayanan tersebuat dilakukan sesuai standar yang ada. Hal tersebuat tentunya berpengaruh terhadap kualitas pelayanan yang diberikan sehingga menjadi tidak maksimal. Oleh karena itu Kementrian Kesehataan dalam hal ini adalah Dinas Kesehatan Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT di dukung program Momentum USAID sebagai suatu lembaga yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan Maternal Neonatal bersama – sama bergandengang tangan melakukan berbagai kegiatan yang dapat menekan bahkan menurunkan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia khususnya di Nusa Tenggara Timur salah satiunya dengan melakukan superfisi fasilitatif.

Kegiatan SUFAS ini dilakukan dalam bentuk pendampingan hingga 3 (tiga) kali berturut-turut lalu nantinya dilakukan monitoring dan evaluasi. Dalam kegiatan pendampingan yang pertama ini yang terdapat beberapa hal yang perlu di perbaiki mulai dari pelayanan kesehatan ibu anak (KIA), maternal emergency, neonatal emergency, obat-obatan, SOP, hingga management. Pada pendampingan pertama tim sudah memberikan berbagai masukan terkait perbaikan dari temuan yang diperoleh, dengan harapan pada pendampingan yang berikutnya hal – hal tersebut sudah menjadi lebih baik.

Kegiatan SUFAS ini melibatkan berbagai pihak diantaranya: Dinas Kesehatan kependudukan dan pencatatan sipil Provinsi NTT,   Momentum USAID, Fakultas Kedokteran Undana, Spesialis Obgyn dan Spesialis anak dari RSUD Prof. DR. W. Z. Yohanes Kupang, Organisasi Profesi Bidan, dan Dinas Kesehatan Kabupetan serta Spesialis Obgyn dan Spesialis  Anak dari RSUD kabupaten setempat.

#superfisifasilitatifNTT#

#dinkesdukcapilNTT#

#strategipenurunanAKI&AKB#

 

Pertemuan Koordinasi Program dengan Puskesmas dalam Rangka Peningkatan Pelayanan Pandu PTM

PANDU PTM adalah upaya pencegahan dan penanggulangan PTM melalui peningkatan kapasitas petugas dalam pelayanan deteksi dini, monitoring dan tatalaksana PTM melalui pendekatan faktor risiko dengan entry point penatalaksanaan hipertensi dan Diabetes. Bimbingan tehnis pelayanan terpadu Penyakit Tidak Menular (PTM) di FKTP sangat diperlukan untuk mendeteksi secara dini terjadinya penyakit tidak menular terutama pada kasus penyakit yang sering terjadi yaitu Hipertensi, Diabetes Millitus dan penyakit jantung koroner. Sedangkan Surveilans berbasis Posbindu PTM adalah kegiatan analisis terus menerus dan sistematis terhadap data Faktor Risiko PTM dengan berbasis data yang diperoleh di Posbindu yang. dilakukan oleh Kader & Petugas Kesehatan di Posbindu PTM.

Yang melatarbelakangi kegiatan koordinasi program dengan puskesmas dalam rangka Peningkatan Pelayanan Pandu PTM dan Surveilans PTM penting dilaksanakan karena :

  • Belum tercapainya Indikator Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kementerian Kesehatan 2020 – 2023 maupun Standar Pelayanan Minimal Kesehatan :
  1. Jumlah Kab/Kota yang melakukan Deteksi Dini Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular ≥ 45 % populasi usia ≥ 15 tahun. Capaian Skrining PTM kabupaten Sumba Timur   Januari sampai Juni 2022 sebanyak 16.598 (25 %) dari target sebanayk 65.929
  2. Capaian pelayanan usia produktif baru mencapai 7.612 (5,03 %) dari target 151. 244
  3. Capaian SPM Hipertensi baru 2017 (3,54%) sasaran dari target 1.533 orang
  4. Capaian SPM Diabetes Melitus 190 sasaran (33,22 %) dari target 572 orang
  5. Puskesmas kabupaten/kota yang melakukan Pelayanan Terpadu (Pandu PTM) ≥ 80% Puskesmas. Capaian kabupaten Sumba Timur baru 1 (satu) Puskesmas (11%) dari total puskesmas sebanyak 24 puskesmas.
  6. Kriteria Pelayanan Terpadu Penyakit Tidak Menular (PANDU PTM) salah satunya adalah SDM harus kompeten sehingga perlu adanya kegiatan pelatihan bagi Nakes di FKTP.
  • Upaya Pengendalian Penyakit Tidak Menular harus dilakukan melalui Upaya Promotif, Preventif, Deteksi Dini, Kuratif dan Rehabilitatif. Untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang memadai baik kualitas maupun kuantitas, dalam melaksanakan deteksi dini dan pemantauan factor risiko penyakit tidak menular pada Pelayanan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Pandu PTM) di 24 Puskesmas terdapat 1 puskesmas yang nakesnya terlatih (11 %) Sedangkan kegiatan diluar Gedung Puskesmas terdapat 107 Pos Pembinaan Terpadu (POSBIDU)
  • Petugas kesehatan perlu dibekali pengetahuan dan ketrampilan dalam melakukan skrining dan pelayanan kasus PTM di FKTP deteksi dini, pemantauan dan intervensi kasus penyakit tidak menular diperlukan peningkatan kapasitas dan kompetensi dari petugas Kesehatan melalui kegiatan pertemuan koordinasi surveilans PTM bagi petugas puskesmas.

Kegiatan Pertemuan Koordinasi Program dengan Puskesmas dalam Rangka Peningkatan Pelayanan Pandu PTM dan Surveilans PTM dilaksanakan di Kabupaten Sumba Timur, pada tanggal 18 – 19 Juli 2022, bertempat di Aula Setda Kabupaten Sumba Timur dengan narasumber berasal dari Dinas Kesehatan Kependudukan Prov NTT pada Bidang P2P Seksi PTM Keswa sebanyak 1 (satu) orang. Jumlah peserta sebanyak 48 orang dengan rincian : dokter 24 orang dan pengelola program 24 orang dari 24 puskesmas di Kabupaten Sumba Timur. Kegiatan ini mendapat dukungan pembiayaan  dari APBD Kabupaten Sumba Timur Tahun Anggaran 2022.


HASIL YANG DICAPAI

Tersususnnya rencana tindaklanjut dari peserta pelatihan

  1. Kegiatan deteksi dini FR PTM diintegrasikan dengan kegiatan diluar gedung (Puskesmas Keliling, Vaksinasi, MBS, Posyandu Lansia, Posyandu Remaja, Sekolah dan tempat-tempat Ibadah)
  1. Sosialisasi dan advokasi bagi lintas program dan lintas sektor untuk mendukung kegiatan deteksi dini faktor risiko PTM
  2. Penyediaan logistik PTM oleh Dinkes Kabupaten dan Puskesmas dengan menggunakan dana kapitasi
  3. Pelaporan skrining PTM oleh Puskesmas secara offline dan dikirim ke Dinkes kabupaten untuk diinput ke website P2PTM paling lambat tanggal Lima setiap bulannya
  4. Peserta pelatihan Pandu PTM wajib melakukan sosialisasi Pandu PTM bagi petugas Puskesmas, Pustu maupun Polindes dan wajib implementasi di Puskesmas pada awal Agustus 2022.

Akhir kata dengan adanya kegiatan koordinasi dengan Puskesmas terkait pelayanan Pandu PTM dapat  meningkatkan deteksi dini FR PTM dan juga memperkuat dukungan lintas program dan lintas sektor dalam rangka sosialisasi dan advokasi untuk menggerakan pemberdayaan dan peran serta masyarakat terhadap risiko PTM dapat diimplementasikan melalui perilaku “CERDIK”


#p2ptmkeswa #Integritas #pandu Penyakit Tidak Menular #WBK #WBBM #dinkesdukcapil

Penulis : N. A

Kegiatan Pertemuan Gangguan Indera dan Penatalaksananya serta Konseling Upaya berhenti Merokok di Kabupaten Ende

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar didunia dengan jumlah pulau yang mencapai 17.504. selain 5 (lima) pulau besar; Papua, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera dan Jawa, beberapa daratan Indonesia berada di wilayah kepulauan seperti NTB, NTT, Kepulauan Riau dan Maluku, serta Maluku Utara yang terdiri dari banyak pulau kecil yang tersebar diwilayah perairan yang luas. Data terakhir tentang prevalensi gangguan penglihatan diperoleh melalui survei Rapid Assesment Of Avoidable Blindnes (RAAB). di 15 provinsi Tahun 2014 – 2016 diketahui prevalensi kebutaan diatas 50 tahun di Indonesia berkisar antara 1,7% s/d 4,4% prevalensi kebutaan di Indonesia   adalah   3,0 %, selain  itu  Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi perokok tertinggi di dunia. Untuk wilayah Asia Tenggara, Indonesia menempati peringkat satu, dalam hal jumlah perokok terbanyak (WHO,2012) Merokok merupakan faktor risiko Penyakit Tidak Menular (PTM). Data menunjukan bahwa didunia setiap tahun tejadi kematian akibat PTM dimana sebanyak 7,2 juta dari 15 juta kematian tersebut akibat konsumsi tembakau dan 70% kematian tersebut terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia (WHO,2017)

Merokok merupakan faktor risiko bersama terhadap Penyakit Tidak Menular seperti jantung, kanker dan pernapasan kronis (PPOK, asma) gangguan kardiovaskuler (hipertensi,stroke, dan penyakit  jantung koroner serta gangguan reproduksi dan kehamilan )

Kolaborasi kegiatan Gangguan Indera dan Pentalaksanannya dengan Konseling Upaya Berhenti Merokok (UBM) adalah agar peserta pengelola program di   Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dapat menambah wawasan atau peningkatan pengetahuan dan ketrampilan terkait dengan gangguan indera dan konseling upaya berhenti merokok yang sudah berjalan saat ini.di Kabupaten Ende.

Penyelenggara kegiatan berasal dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ende, pada tanggal 19 sd 22 Juli 2022, bertempat di Penginapan Emaus Kabupaten Ende, dengan jumlah peserta sebanyak 26 orang Pengelola Program PTM di 26 Puskesmas se-Kabupaten Ende. Kegiatan ini menjadi sangat penting mengingat jumlah perokok mengalami peningkatan sehingga melalui kegiatan ini dapat mengurangi atau meminimalisir jumlah perokok dengan memanfaatkan layanan UBM sebagai tempat atau pusat informasi dan edukasi bagi masnyarakat yang ingin mengetahui dampak dan manfaat berhenti merokok maupun bagi masyarakat yang ingin berhenti merokok dapat memanfaatkan layanan dimaksud.

  1. Peran Pengelola Program Penyakit Tidak Menular di Fasilitas Kesehatan Tk Pertama (FKTP)
    • Menerima kunjungan klien ke layanan UBM di FKTP
    • Melakukan konseling kepada klien yang datang ke klinik UBM
    • Memberikan motivasi dan informasi terkait dampak berhenti merokok dan efek putus nikotin kepada klien untuk memicu agar klien mau berhenti merokok
    • Melakukan monitoring berkala perkembangan klien dalam upaya berhenti merokok
    • Mengimput data offline kedalam pencatatan dan pelaporan sebagai data layanan UBM di tk FKTP
    • Mengirim data Offline ke Dinas Kesehatan Kabupaten Ende
    • Melakukan pengiriman data offline tepat waktu ke Kabupaten Ende
  2. Peran Pengelola Program Penyakit Tidak Menular di Fasilitas Kesehatan tk. Kabupaten
    • Menerima pencatatan dan Pelaporan UBM offline dari FKTP/Puskesmas
    • Melakukan pengimputan pencatatan dan pelaporan dari FKTP/ Puskesmas menjadi laporan Online Kabupaten Ende melalui Aplikasi SI PTM
    • Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program UBM baik melalui whattsap grup maupun turun langsung ke puskesmas
    • Membantu memberikan solusi dari permasalahan yang ada di FKTP/ Puskesmas terkait pelayanan Indera UBM kepada masyarakat.
  3. Peran pengelola Program Penyakit Tidak Menular di Fasilitas Kesehatan tk. Provinsi
    • Menerima laporan UBM di 22 Kabupaten menjadi data / laporan tk. Provinsi
    • Merekapitulasi data / laporan UBM dari 22 Kab/kota sekaligus memantau perkembangan keaktifan pelaporan dari Kabupaten/kota melalui aplikasi SI PTM
    • Melakukan bimbingan teknis monitoring dan pemantauan ke tk. Kabupaten/kota
  4. Peran Direktorat P2PTM Kementerian Kesehatan RI
    • Menerima data UBM dari aplikasi SI PTM tk Provinsi menjadi laporan Nasional
    • Memberikan umpan balik pencapaian pelaksanaan program UBM
    • Memberikan bimbingan teknis monitoring dan pemantauan melalui Aplikasi SI PTM melalui WhatsApp grup, maupun kegiatan – kegiatan ke Tk Provinsi atau Kab/kota

Akhir kata dalam penutupan kegiatan Pertemuan Gangguan Indera dan Penatalaksanaannya oleh Ibu Petra Felisitas Kade , AMK sebagai Pejabat Administrator Kesehatan  menyampaikan harapannya agar Layanan Upaya Berhenti Merokok yang sudah dilaksanakan dengan Nama “Pojok UBM” di masing – masing FKTP dapat dioptimalkan sebaik mungkin dalam pelayanannya bagi masyarakat diwilayah kerjanya masing – masing sehingga  peran konselor dalam layanan UBM dapat berjalan dengan baik demi meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Ende. #AP


Penulis : Andre Paliama

Bimbingan Teknis Capaian Posyandu Aktif di Provinsi NTT

Berdasarkan Perpres No. 8 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020 -2024, Program Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat ditargetkan Persentase Kabupaten/Kota mencapai minimal 80 % Posyandu Aktif pada tahun 2022 sebesar 50 %. Keadaan Posyandu Aktif di Provinsi NTT sejak tahun 202 s/d 2021 belum mencapai dengan kondisi Covid 19, kegiatan yang bersifat mengumpulkan orang dibatasi.  Pada tahun 2022 diharapkan Provinsi NTT dapat mencapai target sebesar 50% Posyandu Aktif. Maka perlu dilakukan  Bimbingan Teknis Posyandu Aktif, pada tahap Pertama untuk 11 Kabupaten/ Kota (Kota Kupang, Kab Kupang, Kab. TTS, Kab. TTU, Kab. Belu, Kab. Rote Nadao, Kab. Alor, Kab. Sikka, Kab. Ended an Kab. Sumba Timur) tanggal 14 Juni – 9 Juli 2022.

Pemberian Bimtek harus dilakukan secara berjenjang mulai dari Dinkes. Kab/Kota, Puskesmas dan Posyandu untuk mengetahui persoalan ada di level mana, sehingga bisa diberikan solusi yang sesuai.

Hail pantauan di lapangan bahwa keterbatasan tenaga promosi kesehatan pada tingkat Kabupaten/Kota sehingga sulit menginput setiap pelaporan Posyandu yang masuk setiap bulan sebagai bahan untuk intervensi, pada tingkat Puskesmas, petugas promosi kesehatan kurang mendapat informasi tentang indikator promosi kesehatan yang harus dikerjakan pada level Puskesmas dan pada level Posyandu. Pada level Posyandu ini  keberadaan kader sebanyak 5 orang dan Tim Puskesmas yang lengkap (imunisasi KIA-KB, Gizi dan Promkes) untuk mendukung pencapaian indikator Posyandu aktif  yaitu :

  1. Ada Pelayanan Posyandu setiap bulan
  2. Jumlah kader yang melaksanakan kegiatan sebanyak 5
  3. Capaian cakupan Gizi, Kesehatan Ibu Anak, Keluarga Berencana dan Imunisasi sebesar > 50 %.
  4. Ketersediaan alat ukur TB, BB dan perkembangan yang standar
  5. Memiliki program tambahan seperti Tokoh Agama, Posbindu, Posyandu Lansia, Sehingga diharapkan pada tahun 2022 Provinsi NTT bisa mencapai target Posyandu Aktif sebanyak 80 % pada 11 Kabupaten/Kota.

#Bimbingan #Teknis #Capaian #Posyandu #Aktif #ProvinsiNTT