Rapat Kerja Percepatan Penurunan Stunting untuk 12 Provinsi Prioritas
Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, yang secara Nasional dari tujuh provinsi angka prevalensi tertinggi adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur sehingga komitmen dari Pemerintah Nusa Tenggara Timur menetapkan salah 1 dari 3 STRATEGI “QUICK WINS” pada peiode 2019-2023 adalah PENCEGAHAN & PENANGANAN STUNTING.
Permasalahan Stunting merupakan kebijakan Nasional dengan terbitnya Perpres Nomor 72 tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting, menjadi dasar hukum pelaksanaan program yang harus juga diimplentasikan oleh Pemerintah Povinsi, Kabupaten/Kota dan Stake Holder terkait.
Penanandatangan Perpres oleh Presiden pada 5 Agustus 2021 dengan kondisi angka prevalensi stunting di Indonesia masih tercatat sebesar 24,4 % dan Pemerintah menargetkan percepatan penurunan stunting sebagai program prioritas sebesar 14 % pada tahun 2024 sehingga masih tersisa yang harus dikejar sebesar 10,4 % dari target Nasional. Sehubungan dengan hal tesebut maka dalam rangka evaluasi pencapaian kinerja tahunan Kementrian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Sekretariat Wakil Presiden mengundang melalui Surat Nomor : B 25/KSN/SWP/KK 04.01/07/2022 tanggal 29 Juli 2022 Perihal Undangan Rapat Kepada Pejabat terkait Termasuk Gubenur Nusa Tenggara Timur. Menindaklanjuti Undangan rapat tersebut Gubernur Nusa Tenggara Timur menugaskan Staf Khusus Gubernur Bidang Kesehatan (dr.Stefanus Bria Seran,MPH) untuk mewakili dengan didampingi oleh Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi Nusa Tenggara Timur (Ir. Hendrik M/ Kabid Dukcapil).
Rapat Kerja Percepatan Penurunan Stunting dengan 12 Provinsi prioritas dilaksanakan Kamis, 4 Agustus 2022 di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan Nomor 6 Dokumentasi Sekretariat Wapres Jakarta yang dipimpin Wakil Presiden Bapak KH Ma’ruf Amin, Selaku Ketua Pengarah Tim Pecepatan Penurunan Stunting (TP2S) Pusat yang dihadiri Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, serta Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Hasto Wardoyo dan hadir juga beberapa kepala daerah yang di antaranya, Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, Gubernur Aceh Achmad Marzuki, Pj. Gubernur Banten al-Muktabar, Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum, Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen, dan Wakil Gubenur Jawa Timur Emil Dardak
Dalam pertemuan tersebuti Bapak Wakil Presiden mengeluarkan tujuh arahan kepada 12 Gubernur dari 7 provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi, yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT) 37,8 persen, Sulawesi Barat 33,8 persen, Aceh 33,2 persen, Nusa Tenggara Barat (NTB) 31,4 persen, Sulawesi Tenggara 30,2 persen, Kalimantan Selatan 30,0 persen, dan Kalimantan Barat 29,8 persen serta juga kepada 5 provinsi dengan jumlah Balita stunting terbesar, yaitu Jawa Barat 971.792, Jawa Tengah 651.708, Jawa Timur 508.618, Sumatera Utara 347.437, dan Banten 268.158.
Ketujuh arahan tersebut yang harus mendapat perhatian dari 12 Gubernur adalah pertama, Wapres meminta agar praktik baik terus dilanjutkan dan diperluas cakupannya. “Saya juga minta agar para Gubernur untuk fokus pada intervensi spesifik dan sensitif yang masih rendah cakupannya. Berdasarkan data tingkat nasional, intervensi yang perlu mendapatkan perhatian adalah peningkatan kepemilikan jaminan kesehatan terutama untuk keluarga miskin, penggunaan alat KB modern, konsumsi TTD (Tablet Tambah Darah), dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yang kesemuanya mempunyai pengaruh besar dalam penurunan prevalensi stunting,
Ketujuh arahan tersebut yang harus mendapat perhatian dari 12 Gubernur adalah pertama, Wapres meminta agar praktik baik terus dilanjutkan dan diperluas cakupannya. “Saya juga minta agar para Gubernur untuk fokus pada intervensi spesifik dan sensitif yang masih rendah cakupannya. Berdasarkan data tingkat nasional, intervensi yang perlu mendapatkan perhatian adalah peningkatan kepemilikan jaminan kesehatan terutama untuk keluarga miskin, penggunaan alat KB modern, konsumsi TTD (Tablet Tambah Darah), dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yang kesemuanya mempunyai pengaruh besar dalam penurunan prevalensi stunting,
Ketiga, Wapres meminta agar anggaran yang sudah dialokasikan baik melalui kementerian/lembaga, maupun melalui Transfer ke Daerah khususnya Dana Alokasi Khusus dan Dana Desa, termasuk yang bersumber dari APBD dan APBDesa, untuk dimanfaatkan secara optimal guna mendukung percepatan penurunan stunting.
Keempat, Wapres meminta agar program dan kegiatan yang sudah direncanakan dan dianggarkan, disampaikan secara terbuka kepada masyarakat. “Sehingga masyarakat bisa mengetahui apa saja yang sudah direncanakan, besaran anggaran dan bagaimana hasilnya, yang diperlukan sebagai bagian dari pertanggungjawaban kepada masyarakat, sehingga pengelolaannya menjadi transparan, akuntabel dan sekaligus dapat mendorong masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam penurunan stunting,
Kelima, Wapres meminta terkait dengan pelaksanaan di lapangan, Tim Pendamping Keluarga (TPK) di seluruh desa/kelurahan perlu didorong untuk bersinergi dengan Kader Pembangunan Manusia (KPM) dan Kader Posyandu. “Karena upaya percepatan penurunan stunting memerlukan konvergensi antarprogram dan antarpelaku. Saya juga meminta para Gubernur untuk memberikan dukungan dan fasilitasi kepada TPK, KPM, dan Kader Posyandu agar dapat bekerja lebih baik,” jelasnya,
Keenam, Wapres meminta adanya perbaikan kualitas data mulai dari tingkat lapangan, seperti melalui perbaikan dan melengkapi peralatan pemantauan tumbuh kembang anak di setiap Posyandu, dan penguatan tenaga pendamping lapangan dalam melakukan pemantauan pertumbuhan agar kemampuannya menjadi lebih baik sehingga hasil pengukuran dan pengelolaan data menjadi lebih akurat. “Selain itu, perbaikan terkait data juga harus dilakukan melalui pengintegrasian berbagai sistem pendataan dan pelaporan yang saat ini tersedia di berbagai kementerian/lembaga, untuk dapat dimanfaatkan dalam perencanaan, penganggaran, pemantauan dan evaluasi di tingkat desa/kelurahan, kabupaten/kota, provinsi hingga pusat,”
Ketujuh, pemerintah daerah perlu bekerjasama dan bermitra dengan lembaga non-pemerintah, baik dari perguruan tinggi dan lembaga riset, kalangan swasta dan filantrofi, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat maupun lembaga mitra pembangunan, dalam pelaksanaan percepatan penurunan stunting di daerahnya masing-masing. Rapat di tutup pada jam 14.30 WIB, Demikian Laporan menghadiri Rapat Kerja percepatan penurunan stunting untuk 12 Provinsi Prioritas di Jakarta. (Sumber : Setwapres)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!