Peran TSL Kabupaten Rote dalam Evaluasi Pengelolaan Limbah medis
Rumah Sakit dan Puskesmas (fasyankes) merupakan tempat/lembaga yang melaksanakan berbagai tindakan medis yang berhubungan dengan kesehatan dan salah satu produk yang dihasilkan adalah limbah medis. Limbah medis merupakan sisa hasil kegiatan medis yang bersifat infeksius/patogen karena mengandung kuman, virus, bakteri dan jamur juga mengandung bahan berbahaya dan beracun seperti cemaran logam berat, radioaktif dan zat kimia lainnya sehingga harus dikelola dengan baik sebelum dialirkan ke lingkungan.
Amanah Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 59 ayat (1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya maka menjadi suatu kewajiban bagi penghasil limbah harus mengolah terlebih dahulu limbahnya agar aman dan tidak mencemari lingkungan. Siapa yang bertanggungjawab atas limbah yang dihasilkan oleh fasyankes? Jawaban tersebut akan kembali pada fasyankes yang melakukannya, sehingga peran tenaga sanitasi lingkungan sangat dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan lingkungan di rumah sakit maupun di puskesmas.
Di Kabupaten Rote-Ndao terdapat 12 puskesmas dan satu rumah sakit. Masing-masing puskesmas dan rumah sakit tersebut memiliki tenaga sanitasi lingkungan (TSL) yang dibekali dengan keilmuannya dalam melaksanakan penyelenggaraan kesehatan lingkungan di fasyankes. Sebagai upaya peningkatan sumberdaya tenaga sanitasi lingkungan dilaksanakan kegiatan Evaluasi Pengelolaan Limbah medis diselenggarakan oleh pemerintah daerah kabupaten Rote Ndao pada tanggal 21 s.d 23 September 2022 di Aula Hotel Ricky Ba’a.
Evaluasi pengelolaan limbah medis ini bertujuan memberikan informasi, edukasi sekaligus memberikan penyegaran kepada TSL terhadap pelaksanaan pengelolaan limbah medis fasyankes. Berbagai kendala dilapangan yang perlu diperbaiki dan carikan solusi terbaik dimulai dari pertama kali limbah dihasilkan yaitu 1)pemilahan, 2)pewadahan, 3)pengangkutan, 4)penyimpanan dan 5)pengolahan.
Dalam hal 1) pemilahan: masih terdapat kesalahan memasukkan antara sampah medis dan non medis, limbah tajam seperti jarum suntik infeksius dimasukkan dalam safetybox melebihi batas yang seharusnya hanya ¾ bagian dari volume safetybox dan tidak boleh penuh; 2)Pewadahan : Ketersediaan plastik berwarna sesuai klasifikasi limbah tidak tersedia seperti plastik ungu untuk limbah sitotoksik, plastik coklat untuk limbah kimia dan farmasi sedangkan untuk limbah infeksius sebagaian puskesmas belum memiliki plastik kuning bersimbol infeksius sehingga digantikan plastik merah yang harus diberi simbol dan label untuk dapat membedakannya dengan plastik hitam limbah domestik/non medis; 3) Pengangkutan: limbah medis sementara diangkut menggunakan kendaraan roda dua dan roda 4 ke pihak ketiga RSUD Ba’a namun belum mendapatkan ijin tetap pengangkutan limbah; 4) Penyimpanan: rata-rata puskesmas belum memiliki TPS sehingga limbah medis diletakan pada ruangan seperti gudang tanpa ada perlakuan suhu; 5) Pengolahan : telah melakukan Perjanjian kerjasama (PKS) dengan pihak ketiga yaitu RSUD Ba’a. Dalam hal pelaporan limbah medis fasyankes Kabupaten Rote-Ndao telah melaporkan limbahnya secara teratur dan berjenjang baik secara online melalui aplikasi SIKELIM, maupun offline.
Disadari pentingnya tatalaksana pengelolaan limbah medis fasyankes untuk dilakukan sesuai aturan yang berlaku dan peran tenaga sanitasi lingkungan untuk menunjang penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit dan puskesmas menjadi suatu kebutuhan vital dalam mencegah terjadinya penularan penyakit dan pencemaran lingkugan di fasyankes dan sekitarnya. (Ermelinda)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!