RAPAT KERJA PERCEPATAN PENURUNAN STUNTING SE – PROVINSI NTT
Rapat Kerja (Raker) Percepatan Penurunan Stunting se Provinsi Nusa Tenggara Timur langsung dipimpin oleh Gubernur NTT pada hari senin tanggal 4-5 Juli 2022 di Waingapu Kabupaten Sumba Timur dengan didampingi oleh Plt. Kepala Badan Bappelitbangda dan Kepala Dinas kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT sebagai Perangkat Daerah yang mengawal kerja-kerja peningkatan konvergensi, intervensi spesifik dan sensitif. Kegiatan ini diikuti oleh para Bupati/Walikota se-NTT dan Perangkat Daerah teknis lainnya. Rakor ini merupakan evaluasi hasil kesepakatan Rakor yang telah dilaksanakan tahun 2021 di Labuan Bajo yang merumuskan beberapa hal penting yaitu salah satunya adalah komitmen dari bupati yang secara serius serta komprehensif ingin menurunkan angka stunting tahun 2023 sebesar 10 %, kurang dari 10 % bahkan ada yang 0 %. Dalam arahan Bapak Gubernur NTT menitikberatkan pada 2 poin utama yaitu aksi sampai dengan akhir 2022 dan rencana aksi 2023. Aksi sampai akhir 2022 dengan melakukan pencegahan yang difokuskan pada baduta stunting usia 0-23 bulan hasil timbang Februari 2022 sebanyak 29.406 anak melalui intervensi spesifik dan Penanganan difokuskan pada balita stunting usia 24-59 bulan hasil timbang Februari 2022 sebanyak 61.626 anak melalui intervensi sensitive dapat dituntaskan pada tahun 2023. Sedangkan Rencana Aksi 2023 mengupayakan ibu hamil Kurang Energi Kronis (Lila < 23,5 cm) tidak melahirkan anak dengan Berat Badan Lahir Rendah (< 2500 gram) serta menuntaskan penanganan pada balita yang tersisa dari 61.626 hasil timbang Februari 2022 dan Agustus 2022 melalui intervensi sensitive yang melibatkan berbagai sektor. Dalam Raker ini juga disampaikan tentang konsep desain percepatan penurunan stunting di NTT oleh BKKBN dan Situasi Pola Asuh dan Pola Makan Anak Stunting di NTT yang menjadi potret secara konkrit permasalahan stunting yang terjadi pada keluarga anak stunting yang ada di 22 kabupaten kota. Adapun inti dari permasalahan stunting adalah karena masih rendahnya kemampuan orang tua dalam menyediakan makanan yang bergizi seimbang baik dari sisi jumlah atau takaran, tekstur maupun keragaman bahan makanan yang umumnya hanya di dominasi karbohidrat saja sedangkan asupan protein hewani yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan otak dan tubuh anak stunting sangat minim bahkan tidak di hidangkan setiap kali anak makan dalam sehari. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kejadian anak stunting juga terlihat seperti kepemilikan jamban yang masih kurang, jarak lahir, dan yang tidak kalah penting adalah tentang akses air bersih. Staf khusus Gubernur Bidang Kesehatan, dr. Stefanus Bria Seran, MPH merangkum semua rangakain materi dengan apik dan lugas tentang poin-poin pelaksanaan dalam upaya pencegahan dan penanganan stunting di NTT secara kolaborasi dan konvergensi. “Bebas Stunting, hadirlah generasi unggul NTT”
#bebasstuntingNTT
#generasiunggulNTT
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!